Thursday, February 5, 2009

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tahun 1998

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 37 TAHUN 1998
TENTANG
PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa untuk menjamin kepastian hukum hak-hak atas tanah, Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria memerintahkan kepada Pemerintah untuk melaksanakan
pendaftaran tanah;
b. bahwa dalam rangka pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut di dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
telah ditetapkan jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang diberi
kewenangan untuk membuat alat bukti mengenai perbuatan hukum
tertentu mengenai hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun yang akan dijadikan dasar pendaftaran;
c. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah perlu mengatur jabatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah dengan suatu Peraturan Pemerintah;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok
Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2043);
3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun
(Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3318);
4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (Lembaran
Negara Tahun 1996 Nomor 42 , Tambahan Lembaran Negara Nomor
3632);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun
(Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3372);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3696);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN JABATAN
PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang
diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu
mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
2. PPAT Sementara adalah Pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk
melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup
terdapat PPAT.
3. PPAT Khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena
jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT tertentu
khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas Pemerintah tertentu.
4. Akta PPAT adalah akta yang dibuat oleh PPAT sebagai bukti telah dilaksanakannya
perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun.
5. Protokol PPAT adalah kumpulan dokumen yang harus disimpan dan dipelihara oleh
PPAT yang terdiri warkah pendukung akta, arsip laporan, agenda dan surat-surat lainnya.
6. Warkah adalah dokumen yang dijadikan dasar pembuatan akta PPAT.
7. Formasi PPAT adalah jumlah maksimum PPAT yang diperbolehkan dalam satu satuan
daerah kerja PPAT.
8. Daerah kerja PPAT adalah suatu wilayah yang menunjukkan kewenangan seorang PPAT
untuk membuat akta mengenai hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
yang terletak di dalamnya.
9. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang agraria/pertanahan.
BAB II
TUGAS POKOK DAN KEWENANGAN PPAT
Pasal 2
(1) PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan
membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak
atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi
pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum
itu.
(2) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut :
a. jual beli;
b. tukar menukar;
c. hibah;
d. pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
e. pembagian hak bersama;
f. pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik;
g. pemberian Hak Tanggungan;
h. pemberian Kuasa membebankan Hak Tanggungan.
Pasal 3
(1) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 seorang
PPAT mempunyai kewenangan membuat akta otentik mengenai semua perbuatan
hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) mengenai hak atas tanah dan
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya.
(2) PPAT khusus hanya berwenang membuat akta mengenai perbuatan hukum yang
disebut secara khusus dalam penunjukannya.
Pasal 4
(1) PPAT hanya berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya;
(2) Akta tukar menukar, akta pemasukan ke dalam perusahaan, dan akta pembagian hak
bersama mengenai beberapa hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
yang tidak semuanya terletak di dalam daerah kerja seorang PPAT dapat dibuat oleh
PPAT yang daerah kerjanya meliputi salah satu bidang tanah atau satuan rumah susun
yang haknya menjadi obyek perbuatan hukum dalam akta.
BAB III
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PPAT
Pasal 5
(1) PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri;
(2) PPAT diangkat untuk suatu daerah kerja tertentu;
(3) Untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup
terdapat PPAT atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam pembuatan akta
PPAT tertentu, Menteri dapat menunjuk pejabat-pejabat di bawah ini sebagai PPAT
Sementara atau PPAT Khusus :
a. Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup
terdapat PPAT, sebagai PPAT Sementara;
b. Kepala Kantor Pertanahan untuk melayani pembuatan akta PPAT yang diperlukan
dalam rangka pelaksanaan program-program pelayanan masyarakat atau untuk
melayani pembuatan akta PPAT tertentu bagi negara sahabat berdasarkan asas
resiprositas sesuai pertimbangan dari Departemen Luar Negeri, sebagai PPAT
Khusus.
Pasal 6
Syarat untuk dapat diangkat menjadi PPAT adalah :
a. berkewarganegaraan Indonesia;
b. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun;
c. berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan yang dibuat oleh Instansi
Kepolisian setempat;
d. belum pernah dihukum penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan
Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
e. sehat jasmani dan rohani;
f. lulusan program pendidikan spesialis notariat atau program pendidikan khusus PPAT yang
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan tinggi;
g. lulus ujian yang diselenggarakan oleh Kantor Menteri Negara Agraria/Badan Pertanahan
Nasional.
Pasal 7
(1) PPAT dapat merangkap jabatan sebagai Notaris, Konsultan atau Penasehat Hukum.
(2) PPAT dilarang merangkap jabatan atau profesi :
a. pengacara atau advokat;
b. pegawai negeri, atau pegawai Badan Usaha Milik Negara/Daerah;
Pasal 8
(1) PPAT berhenti menjabat sebagai PPAT karena :
a. meninggal dunia atau
b. telah mencapai usia 65 (enam puluh lima) tahun; atau
c. diangkat dan mengangkat sumpah jabatan atau melaksanakan tugas sebagai Notaris
dengan tempat kedudukan di Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang lain daripada
daerah kerjanya sebagai PPAT; atau
d. diberhentikan oleh Menteri.
(2) PPAT Sementara dan PPAT Khusus berhenti melaksanakan tugas PPAT apabila tidak
lagi memegang jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a dan b, atau
diberhentikan oleh Menteri.
Pasal 9
PPAT yang berhenti menjabat sebagai PPAT karena diangkat dan mengangkat sumpah
jabatan Notaris di Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang lain daripada daerah
kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c dapat diangkat kembali
menjadi PPAT dengan wilayah kerja Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II tempat
kedudukannya sebagai Notaris, apabila formasi PPAT untuk daerah kerja tersebut belum
penuh.
Pasal 10
(1) PPAT diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena :
a. permintaan sendiri;
b. tidak lagi mampu menjalankan tugasnya karena keadaan kesehatan badan atau
kesehatan jiwanya, setelah dinyatakan oleh tim pemeriksa kesehatan yang berwenang
atas permintaan Menteri atau pejabat yang ditunjuk;
c. melakukan pelanggaran ringan terhadap larangan atau kewajiban sebagai PPAT;
d. diangkat sebagai pegawai negeri sipil atau ABRI;
(2) PPAT diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya, karena :
a. melakukan pelanggaran berat terhadap larangan atau kewajiban sebagai PPAT;
b. dijatuhi hukuman kurungan/penjara karena melakukan kejahatan perbuatan pidana
yang diancam dengan hukuman kurungan atau penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun
atau lebih berat berdasarkan putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
(3) Pemberhentian PPAT karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan
ayat (2) dilakukan setelah PPAT yang bersangkutan diberi kesempatan untuk
mengajukan pembelaan diri kepada Menteri.
(4) PPAT yang berhenti atas permintaan sendiri dapat diangkat kembali menjadi PPAT
untuk daerah kerja lain daripada daerah kerjanya semula, apabila formasi PPAT untuk
daerah kerja tersebut belum penuh.
Pasal 11
(1) PPAT dapat diberhentikan untuk sementara dari jabatannya sebagai PPAT karena sedang
dalam pemeriksaan pengadilan sebagai terdakwa suatu perbutan pidana yang diancam
dengan hukuman kurungan atau penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau lebih berat.
(2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) berlaku sampai ada
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
BAB IV
DAERAH KERJA PPAT
Pasal 12
(1) Daerah kerja PPAT adalah satu wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/
Kotamadya.
(2) Daerah kerja PPAT Sementara dan PPAT Khusus meliputi wilayah kerjanya sebagai
pejabat Pemerintah yang menjadi dasar penunjukannya.
Pasal 13
(1) Apabila suatu wilayah Kabupaten/Kotamadya dipecah menjadi 2 (dua) atau lebih
wilayah Kabupaten/Kotamadya, maka dalam waktu 1 (satu) tahun sejak diundangkannya
Undang-Undang tentang pembentukan Kabupaten/Kotamadya daerah Tingkat II yang
baru PPAT yang daerah kerjanya adalah Kabupaten/Kotamadya semula harus memilih
salah satu wilayah Kabupaten/ Kotamadya sebagai daerah kerjanya, dengan ketentuan
bahwa apabila pemilihan tersebut tidak dilakukan pada waktunya, maka mulai 1 (satu)
tahun sejak diundangkannya Undang-Undang Pembentukan Kabupaten/Kotamadya
Daerah Ti tersebut daerah kerja PPAT yang bersangkutan hanya meliputi wilayah
Kabupaten/Kota-madya letak Kantor PPAT yang bersangkutan.
(2) Pemilihan daerah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dengan sendirinya
mulai 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang Pembentukan
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang baru.
Pasal 14
(1) Formasi PPAT ditetapkan oleh Menteri.
(2) Apabila formasi PPAT untuk suatu daerah kerja PPAT sudah terpenuhi, maka Menteri
menetapkan wilayah tersebut tertutup untuk pengangkatan PPAT.
BAB V
PENGANGKATAN JABATAN PPAT
Pasal 15
Sebelum menjalankan jabatannya PPAT dan PPAT Sementara wajib mengangkat
sumpah jabatan PPAT di hadapan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kotamadya di
daerah kerja PPAT yang bersangku(2) PPAT Khusus sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (3) huruf b tidak perlu mengangkat sumpah jabatan PPAT.
(3) PPAT yang daerah kerjanya disesuaikan karena pemecahan wilayah
Kabupaten/Kotamadya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 tidak perlu mengangkat
sumpah jabatan PPAT untuk melaksanakan tugasnya di daerah kerjanya yang baru.
Pasal 16
(1) Untuk keperluan pengangkatan sumpah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 PPAT
wajib melapor kepada Kepala Kantor Pertanahan mengenai pengangkatannya sebagai
PPAT.
(2) Apabila laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan dalam jangka
waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal ditetapkannya surat keputusan pengangkatan
yang bersangkutan sebagai PPAT, maka keputusan pengangkatan tersebut batal demi
hukum.
(3) Kepala Kantor Pertanahan melaksanakan pengambilan sumpah jabatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 dalam waktu 1 (satu) bulan setelah diterimanya laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(1) tan.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan (3) juga berlaku untuk Camat
yang karena jabatannya ditunjuk sebagai PPAT Sementara.
(5) Pengambilan sumpah jabatan sebagai PPAT Sementara bagi Kepala Desa dilakukan oleh
dan atas prakarsa Kepala Kantor Pertanahan di Kantor Kepala Desa yang bersangkutan
setelah Kepala Kantor Pertanahan menerima tembusan penunjukann Kepala Desa
sebagai PPAT Sementara.
Pasal 17
(1) Sumpah jabatan PPAT dan PPAT Sementara dituangkan dalam suatu berita acara yang
ditandatangani oleh PPAT atau PPAT Sementara yang bersangkutan, Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dan para saksi.
(2) Bentuk, susunan kata-kata berita acara pengambilan sumpah/janji diatur oleh Menteri.
Pasal 18
(1) PPAT atau PPAT Sementara yang belum mengucapkan sumpah jabatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 dilarang menjalankan jabatannya sebagai PPAT.
(2) Apabila larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilanggar, maka akta yang dibuat
tidak sah dan tidak dapat dijadikan dasar bagi pendaf-taran perubahan data pendaftaran
tanah.
BAB VI
PELAKSANAAN JABATAN PPAT
Pasal 19
Dalam waktu 1 (satu) bulan setelah pengambilan sumpah jabatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 PPAT wajib :
a. menyampaikan alamat kantornya, contoh tanda tangan, contoh paraf, dan teraan
cap/stempel jabatannya kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Propinsi, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, Ketua Pengadilan Negeri,
dan Kepala Kantor Pertanahan yang wilayahnya meliputi daerah kerja PPAT yang
bersangkutan;
b. melaksanakan jabatannya secara nyata.
Pasal 20
(1) PPAT harus berkantor di satu kantor dalam daerah kerjanya.
(2) PPAT wajib memasang papan nama dan menggunakan stempel yang bentuk dan
ukurannya ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 21
(1) Akta PPAT dibuat dengan bentuk yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Semua jenis akta PPAT diberi satu nomor urut yang berulang pada permulaan tahun
takwim.
(3) Akta PPAT dibuat dalam bentuk asli dalam 2 (dua) lembar, yaitu :
a. lembar pertama sebanyak 1 (satu) rangkap disimpan oleh PPAT yang bersangkutan,
dan
b. lembar kedua sebanyak 1 (satu) rangkap atau lebih menurut banyaknya hak atas tanah
atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang menjadi obyek perbuatan hukum
dalam akta, yang disampaikan kepada Kantor Pertanahan untuk keperluan
pendaftaran, atau dalam hal akta tersebut mengenai pemberian kuasa membebankan
Hak Tanggungan, disampaikan kepada pemegang kuasa untuk dasar pem-buatan Akta
Pemberian Hak Tanggungan, dan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dapat
diberikan salinannya.
Pasal 22
Akta PPAT harus dibacakan/dijelaskan isinya kepada para pihak dengan dihadiri oleh
sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi sebelum ditandatangani seketika itu juga oleh para
pihak, saksi-saksi dan PPAT.
Pasal 23
(1) PPAT dilarang membuat akta, apabila PPAT sendiri, suami atau istrinya, keluarganya
sedarah atau semenda, dalam garis lurus tanpa pembatasan derajat dan dalam garis ke
samping sampai derajat kedua, menjadi pihak dalam perbuatan hukum yang
bersangkutan, baik dengan cara bertindak sendiri maupun melalui kuasa, atau menjadi
kuasa dari pihak lain.
(2) Di daerah Kecamatan yang hanya terdapat seorang PPAT yaitu PPAT Sementara dan
di wilayah desa yang Kepala Desanya ditunjuk sebagai PPAT Sementara, Wakil
Camat atau Sekretaris Desa dapat membuat akta untuk keperluan pihak-pihak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mengucapkan sumpah jabatan PPAT di
depan PPAT Sementara yang bersangkutan.
Pasal 24
Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan akta PPAT diatur dalam
peraturan perundang-undangan mengenai pendaftaran tanah.
Pasal 25
(1) Setiap lembar akta PPAT asli yang disimpan oleh PPAT sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (3) harus dijilid sebulan sekali dan setiap jilid terdiri dari 50 lembar akta
dengan jilid terakhir dalam setiap bulan memuat lembar-lembar akta sisanya.
(2) Pada sampul buku akta hasil penjilidan akta-akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dicantumkan daftar akta di dalamnya yang memuat nomor akta, tanggal pembuatan akta
dan jenis akta.
Pasal 26
(1) PPAT harus membuat satu buku daftar untuk semua akta yang dibuatnya.
(2) Buku daftar akta PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diisi setiap hari kerja PPAT
dan ditutup setiap akhir hari kerja dengan garis tinta yang diparaf oleh PPAT yang
bersangkutan.
(3) PPAT wajib mengirim laporan bulanan mengenai akta yang dibuatnya, yang diambil dari
buku daftar akta PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor
Pertanahan dan kantor-kantor lain sesuai ketentuan Undang-Undang atau Peraturan
Pemerintah yang berlaku selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya.
Pasal 27
(1) PPAT yang berhenti menjabat karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(1) huruf b, c dan d, diwajibkan menyerahkan protokol PPAT kepada PPAT di daerah
kerjanya.
(2) PPAT Sementara yang berhenti sebagai PPAT Sementara menyerahkan protokol PPAT
kepada PPAT Sementara yang menggantinya.
(3) PPAT Khusus yang berhenti sebagai PPAT Khusus menyerahkan protokol PPAT kepada
PPAT Khusus yang menggantinya.
(4) Apabila tidak ada PPAT penerima protokol sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan
(3), protokol PPAT diserahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat.
Pasal 28
(1) Apabila PPAT meninggal dunia, salah seorang ahli waris/keluarganya atau pegawainya
wajib melaporkannya kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak PPAT meninggal dunia.
(2) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya melaporkan meninggalnya PPAT
berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau karena pengetahuan yang
diperoleh dari sumber lain kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Propinsi disertai usul penunjukan PPAT yang akan diserahi protokol PPAT yang
meninggal dunia.
(3) Ahli waris, keluarga terdekat atau pihak yang menguasai protokol PPAT yang meninggal
dunia wajib menyerahterimakan protokol PPAT yang bersangkutan kepada PPAT yang
ditunjuk kepala Kantor.
Pasal 29
(1) PPAT yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi
untuk menerima protokol yang berhenti menjabat sebagai PPAT wajib menerima
protokol PPAT tersebut.
(2) Serah terima protokol PPAT dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima protokol
PPAT yang diketahui/disaksikan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya
setempat.
Pasal 30
(1) PPAT dilarang meninggalkan kantornya lebih dari 6 (enam) hari kerja berturut-turut
kecuali dalam rangka menjalankan cuti.
(2) Permohonan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada
pejabat yang berwenang yaitu :
a. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat untuk permohonan cuti
kurang dari 3 (tiga) bulan;
b. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi untuk permohonan cuti
lebih dari 3 (tiga) bulan tetapi kurang dari 6 (enam) bulan;
c. Menteri untuk permohonan cuti lebih dari 6 (enam) bulan.
Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku bagi PPAT
Sementara dan PPAT Khusus.
Pasal 31
(1) Selama PPAT diberhentikan untuk sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
atau menjalani cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 tugas dan kewenangan PPAT
dapat dilaksanakan oleh PPAT pengganti atas permohonan PPAT yang bersangkutan.
(2) PPAT Pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh PPAT yang
bersangkutan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang menetapkan pemberhentian
sementara atau persetujuan cuti di dalam keputusan mengenai pemberhentian sementara
atau keputusan persetujuan cuti yang bersangkutan serta diambil sumpahnya oleh Kepala
Kantor Pertanahan setempat.
(3) Persyaratan untuk menjadi PPAT pengganti adalah telah lulus program pendidikan strata
satu jurusan hukum dan telah menjadi pegawai Kantor PPAT yang bersangkutan
sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun.
Pasal 32
(1) Uang jasa (honorarium) PPAT dan PPAT Sementara, termasuk uang jasa (honorarium)
saksi tidak boleh melebihi 1% (satu persen) dari harga transaksi yang tercantum di dalam
akta.
(2) PPAT dan PPAT Sementara wajib memberikan jasa tanpa memungut biaya kepada
seseorang yang tidak mampu.
(3) Di dalam melaksanakan tugasnya, PPAT dan PPAT Sementara dilarang melakukan
pungutan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) PPAT Khusus melaksanakan tugasnya tanpa memungut biaya.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 33
Menteri melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas PPAT.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 34
(1) PPAT yang pada waktu berlakunya Peraturan Pemerintah ini juga menjabat sebagai
Notaris dengan tempat kedudukan di luar daerah kerjanya sebagai PPAT berhenti dengan
sendirinya sebagai PPAT 6 (enam) bulan sejak saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
(2) PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diangkat menjadi PPAT di daerah
letak tempat kedudukannya sebagai Notaris apabila formasi PPAT untuk daerah tersebut
masih tersedia.
(3) PPAT yang pada waktu berlakunya Peraturan Pemerintah ini merangkap jabatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) berhenti dengan sendirinya dari
jabatannya sebagai PPAT 3 (tiga) bulan sejak saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
(4) PPAT yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini mempunyai daerah kerja yang
melebihi wilayah kerja satu Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kotamadya wajib memilih
satu wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kotamadya sebagai daerah kerjanya
dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, dengan
ketentuan apabila dalam jangka waktu tersebut pilihan tersebut tidak dilakukan, maka
daerah kerja PPAT tersebut adalah wilayah kerja Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya yang meliputi letak kantornya.
Pasal 35
Para calon PPAT yang sudah diuji sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dalam
jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah berlakunya Peraturan Pemerintah ini masih tetap dapat
diangkat sebagai PPAT berdasarkan keten-tuan yang berlaku sebelumnya.
Pasal 36
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan perundang-undangan
mengenai jabatan PPAT yang telah ada tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan atau
diubah atau diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah ini diatur oleh Menteri.
Pasal 38
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 5 Maret 1998
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
S O E H A R T O
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 5 Maret 1998
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
M O E R D I O N O
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1998
NOMOR 52

Sunday, January 25, 2009

KONSEP LOFT DI APARTEMEN

HAMPIR di setiap sudut Jakarta berdiri bangunan tinggi yang bernama apartemen. Bangunan-bangunan ini sejalan dengan adanya konsep "kembali ke kota" bagi para warga kota yang bekerja di pusat kota. Inilah yang antara lain membuat developer seperti berlomba-lomba membangun apartemen demi memenuhi kebutuhan pasar.

Saat ini tersedia banyak pilihan apartemen di Jakarta. Baik itu pilihan lokasi, konsep, kemudahan akses, pelayanan, hingga fasilitasnya. Salah satu tawaran developer yang kini jadi buah bibir adalah konsep Loft. Apa sih sebenernya konsep Loft?

Loft sejatinya diadopsi dari luar negeri, khususnya Eropa. Apartemen berkonsep ini memiliki dua lantai, namun masih dalam satu unit seatap. Konsepnya mirip ruang dengan lantai mezanin.

Salah satu apartemen yang menerapkan konsep loft ini adalah Cityloft Sudirman yang dikembangkan Duta Anggada Realty.

Konsep loft yang ditawarkan Cityloft menggabungkan fungsi tinggal dan ruang kerja. Konsep ini dikenal juga dengan small office home office.

"Kami merupakan pioneer hunian apartemen berkonsep loft," ujar Hendrik Dharmawan dari Duta Anggada. Konsep ini menurutnya memberi keuntungan bagi penghuni yang ingin bekerja mandiri. Penghuni yang menempati Cityloft dapat menyatukan kantornya ke dalam tempat tinggalnya. Misalnya, lantai pertama difungsikan sebagai kantor, lantai kedua sebagai area tinggal.

Konsep yang ditawarkan Hendrik itu telah diaplikasikan di Cityloft. Pada salah satu unit yang memiliki luas total 75 m², terlihat sebuah area hunian dan kantor yang terpisahkan oleh perbedaan tinggi lantai. Bagian bawah seluas 40 m² difungsikan sebagai area semipublik sekaligus ruang kerja/kantor. Di sana ada dapur, ruang makan, kamar mandi, dan ruang keluarga, sedangkan bagian atas sebagai area privat. Dengan luas 24 m², di sana ada kamar tidur, serta wardrobe.(Sumber Kompas.com, 16 Desember 2008,oleh :Whery )

SUPERBLOK - FENOMENA KOTA BESAR

Fenomena paling menarik dari bisnis properti Indonesia kini ialah pembangunan superblok. Gambaran tentang sangat riuhnya pembangunan superblok tampak di beberapa wilayah strategis Ibu Kota. Di Jalan S Parman, di antara Taman Anggrek dan Hotel Ciputra, terdapat Podomoro City dengan luas 22 hektar.

Di sana tegak apartemen Mediterania I dan II. Juga Royal Mediterania Garden. Lalu, proyek paling gres yang bakal menjulangkan nama grup ini ialah Central Park, juga di Podomoro City. Central Park yang akan menjadi ikon Grup Agung Podomoro dibangun di atas areal 9,3 hektar.

Jika semua proyek selesai, grup usaha yang dipimpin oleh Trihatma Kusuma Haliman ini akan memiliki kawasan superblok modern terluas di Indonesia. Trihatma bisa bangga dengan proyek ini sebab ia membangun kawasan ikon baru.

Apartemen Mediterania dan Royal Mediterania Garden laris manis dan menjadi sentra hunian yang disukai publik. Para penghuninya, yang berjumlah puluhan ribu orang, adalah warga yang bekerja, bersekolah, berbisnis, atau beraktivitas sosial di sekitar kawasan padat itu.

Sukses dengan proyek itu, Agung Podomoro membangun apa yang disebut Central Park. Terinspirasi oleh Central Park di New York dan Hyde Park di London, Trihatma membangun proyek dengan nuansa lingkungan hidup. Dari 9,3 hektar areal Central Park, lebih kurang 4 hektar di antaranya dimanfaatkan untuk areal pertamanan dan ruang terbuka hijau untuk pengunjung.

Areal komersial dimanfaatkan untuk pusat perbelanjaan mutakhir, juga menara perkantoran (42 lantai) dan tiga menara apartemen, masing-masing 42 lantai. Ada pula hotel bintang empat di kawasan ini.

”Intinya, saya ingin proyek ini menjadi oase bagi penduduk Ibu Kota. Saya ingin warga mengurangi perjalanan yang bikin macet dan berdomisili di satu kawasan terintegrasi yang berudara sehat. Ayah dan ibunya bekerja di kawasan ini dan anak-anaknya bersekolah, bermain di mal atau di areal terbuka hijau. Untuk urusan kesehatan, belanja, dan berkantor, bisa juga di sini. Inilah makna superblok, segala urusan menjadi efisien,” ujar Trihatma, pekan lalu di Jakarta.

Superblok juga tampak di kawasan premium Jakarta, Bundaran Hotel Indonesia dan sekitarnya. Ada, misalnya, Thamrin Residence yang terdiri atas lima menara 35 lantai, kombinasi antara pusat hunian dan bisnis. Ini masih ditambah dengan sentra perkantoran, Jakarta City Center (JaCC) untuk peminat grosir dan ritel.

Selain Thamrin Residence (Thamres), terdapat dua superblok premium di kawasan lain, yakni superblok Grand Hyatt-Plaza Indonesia-E’X dan sentra perkantoran. Dua gedung di sini dibangun dengan tinggi 50 lantai, memberi warna dominan untuk wajah MH Thamrin.

Ada pula superblok Grand Indonesia, hotel dengan latar belakang sejarah, dan dua menara 55 lantai. Fenomena superblok juga tampak di kota-kota besar dunia, seperti tampak di Chicago, New York, dan Dubai.

Di Shanghai, Tokyo, dan Hongkong, superblok bahkan dalam raut yang lebih spesifik. Ini memudahkan masyarakat datang ke lokasi-lokasi tersebut.

”Saya senang superblok. Sederhana, lingkungan bersih, hemat lahan, dan efisien,” tutur Veri Setiadi, eksekutif Grup Agung Podomoro yang suka melakukan perjalanan ke luar negeri untuk meraih suasana dan komparasi.

Ekspansi

Grup besar lain, Ciputra dan Pakuwon, juga membangun beberapa superblok kelas satu. Ciputra, di antaranya, membangun Ciputra World di kawasan kelas satu ”baru” Jakarta, Jalan Satrio. Pengembang senior ini juga membangun sejumlah superblok di beberapa kota besar di Indonesia. Ciputra juga membangun kompleks properti elite di sejumlah negara, di antaranya di India, Vietnam, Kamboja, Polandia, dan kini Nigeria.

”Saya tidak mau bikin proyek asal-asalan. Semua proyek yang dikemas mesti berkelas dan bermanfaat, bukan saja untuk saya, tetapi juga publik,” ujar Ciputra.

Adapun Grup Pakuwon membangun superblok di kawasan Casablanca dan Gandaria. Grup ini menganggarkan dana hampir Rp 10 triliun untuk pembangunan dua proyek besar itu.

”Proyek ini mendapat sambutan positif publik. Harapan kami, dua megaproyek ini akan memberi faedah untuk masyarakat,” kata pimpinan Grup Pakuwon, Melinda Tedja. Grup ini, di antaranya, berkibar di Surabaya dengan sejumlah proyek besar, di antaranya Tunjungan Plaza, Royal Plaza, Supermall, dan Pakuwon Trade Center.

Grup lainnya, Lippo, membangun proyek Kemang Village dan St Moritz di Jakarta. Di Surabaya, grup usaha yang dipimpin James Riady ini membangun City of Tomorrow. Lalu, proyek paling gres datang dari Subianto Satmaka dan kawan-kawan. Mereka membangun superblok di Pancoran, Area 24. Proyek ini dikerjakan arsitek kawakan Ridwan Kamil.

Hal yang menjadi persoalan, sangat sulit mencari areal kosong di atas kawasan empat hektar. Jakarta sudah terbentuk oleh kawasan hunian dan perkantoran yang terurai sangat lebar. Jakarta penuh dengan perumahan amat padat berskala menengah dan kecil.

Sangat tidak manusiawi untuk memindahkan mereka ke lokasi-lokasi di tepi kota. Para pengembang yang bisa membaca tren ini kemudian membuat proyek superblok.

Pilihan lain, perumahan berskala menengah, berukuran belasan hektar atau dua puluhan hektar. Proyek seperti itu umumnya dikerjakan dengan penuh gaya, penuh konsentrasi, dan dengan segenap talenta yang dimiliki pengembang.

Residence 28 di Jalan Panjang, misalnya, bisa menjadi contoh bagaimana sebuah proyek dikerjakan dengan penuh kecermatan. Pemilik proyek, Didi Teja, setiap hari berada di lokasi proyek untuk ikut menjaga mutu produk.

Pengembang SpringHill juga melakukan hal yang sama. Pemilik proyek memercayakan tenaga-tenaga profesional yang setiap hari ”menongkrongi” proyek di jantung lokasi. Hasilnya, SpringHill menjadi contoh dari proyek yang dikerjakan dengan penuh cinta.

Direktur Operasi SpringHill AH Marhendra menyatakan, pihaknya ingin SpringHill menjadi salah satu ikon Jakarta. Ia juga ingin proyek itu benar-benar cermin dari perumahan bertema ”spring”. Tanaman hijau dan berwarna berada di mana-mana.

Menurut Marhendra, perumahan dengan skala luas 30 hektar ke bawah kini yang paling pas untuk Jakarta. Ke depan, SpringHill akan tetap berjalan dengan proyek dengan luasan 30 hektar ke bawah.

Penanganannya pun lebih terfokus. Hal yang patut digarisbawahi, para pengembang jangan meninggalkan ”rakyat kebanyakan”. Alangkah ideal kalau di tengah kesibukan membangun superblok dan perumahan berkelas, pengembang juga menata perumahan kumuh.

Pengembang memberi konsultasi gratis untuk perbaikan/penataan rumah. Pilihan-pilihan warna, penataan tanaman, sumur resapan murah meriah, dan sebagainya. Ini patut diperhatikan agar kaum berduit dan pas-pasan bisa hidup nyaman bersama-sama.

Para pengembang yang bersedia melakukan ini, niscaya akan meraih apresiasi. Lalu, Jakarta yang lebih damai, dan lebih segar akan lebih cepat terwujud. (Sumber : Kompas.com, 18 September 2008, oleh : Abun Sanda)

Memadukan Bangunan Hemat Energi dan Ramah Lingkungan

ISU pemanasan global masih menghangat di segala bidang kehidupan. Berbagai upaya terus dilakukan untuk menghambat pemanasan buana, perubahan iklim secara ekstrem, dan degradasi kualitas lingkungan.

Belum usai berbenah menata lingkungan, krisis ekonomi global kembali menggoyang sendi-sendi kehidupan kota dan kita, termasuk sektor properti. Krisis yang datang beruntun dan bertubi-tubi seharusnya sanggup menggugah kesadaran kita.

Bentuk arsitektur bangunan (rumah, gedung) harus berempati, tanggap, dan memberikan solusi. Salah satunya adalah memadukan bangunan (rumah, gedung) yang hemat energi dan ramah lingkungan.

Bak ibarat tubuh, kita perlu melakukan diet mengurangi kadar kolesterol dalam bangunan dan menjadikan bangunan lebih langsing dan segar yang dapat menyehatkan diri sendiri (kantong tabungan, bangunan, penghuni) dan lingkungan (warga, kota) serta menghindari stroke komplikasi sosial. Untuk itu, kita perlu mengenali pokok-pokok permasalahan dan upaya-upaya yang dapat dilakukan.

Pembangunan bangunan hemat energi dan ramah lingkungan harus murah, mudah, dan berdampak luas. Pengembangan kota hijau (green city), properti hijau (green property), bangunan hijau (green building), kantor/sekolah hijau (green school/office), hingga pemakaian produk hijau (green product) terus dilakukan untuk turut mengurangi pemanasan global dan krisis ekonomi global.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung mendorong pembangunan bangunan berarsitektur lokal terasa lebih ramah lingkungan dan selaras dengan lingkungan asal. Desain bangunan (green building) hemat energi, membatasi lahan terbangun, layout sederhana, ruang mengalir, kualitas bangunan bermutu, efisiensi bahan, dan material ramah lingkungan (green product).

Bangunan hijau mensyaratkan layout desain bangunan (10 persen), konsumsi dan pengelolaan air bersih (10 persen), pemenuhan energi listrik (30 persen), bahan bangunan (15 persen), kualitas udara dalam (20 persen), dan terobosan inovasi (teknologi, operasional) sebesar 15 persen.

Seberapa besar bangunan (rumah, gedung) yang akan dibangun? Cukup adalah cukup. Volume bangunan dijaga agar biaya pembangunan, pengoperasian, dan pemeliharaan terkendali dan lebih hemat.

Bangunan dirancang dengan massa ruang, keterbukaan ruang, dan hubungan ruang luar-dalam yang cair, teras lebar, ventilasi bersilangan, dan void berimbang yang secara klimatik tropis berfungsi untuk sirkulasi pengudaraan dan pencahayaan alami merata ke seluruh ruangan agar hemat energi.

Pemanfaatan energi alternatif

Untuk menghemat pemakaian listrik, kita dapat menggunakan lampu hemat energi, mempertahankan suhu AC di 25ยบ C, membuka tirai jendela bila memungkinkan agar terang, dan matikan peralatan elektronik jika tidak diperlukan (bukan posisi stand-by).

Penghuni diajak memanfaatkan energi alternatif dalam memenuhi kebutuhan listrik yang murah dan praktis, serta ditunjang pengembangan teknologi energi tenaga surya, angin, atau biogas untuk bangunan rumah/ gedung.

Penggunaan material lokal justru akan lebih menghemat biaya (biaya produksi, angkutan). Kreativitas desain sangat dibutuhkan untuk menghasilkan bangunan berbahan lokal menjadi lebih menarik, keunikan khas lokal, dan mudah diganti dan diperoleh dari tempat sekitar. Perpaduan material batu kali atau batu bata untuk fondasi dan dinding, dinding dari kayu atau gedeg modern (bambu), atap genteng, dan lantai teraso tidak kalah bagus dengan bangunan berdinding beton dan kaca, rangka dan atap baja, serta lantai keramik, marmer, atau granit. Motif dan ornamen lokal pada dekoratif bangunan juga memberikan nilai tambah tersendiri.

Pemanfaatan material bekas atau sisa untuk bahan renovasi bangunan juga dapat menghasilkan bangunan yang indah dan fungsional. Kusen, daun pintu atau jendela, kaca, teraso, hingga tangga dan pagar besi bekas masih bisa dirapikan, diberi sentuhan baru, dan dipakai ulang yang dapat memberikan suasana baru pada bangunan. Lebih murah dan tetap kuat.

Skala bangunan dan proporsi ruang terbuka harus memerhatikan koefisien dasar bangunan (KDB) dan koefisien dasar hijau (KDH) yang berkisar 40-70 persen ruang terbangun berbanding 30-60 persen untuk ruang hijau untuk bernapas dan menyerap air. Keseluruhan atau sebagian atap bangunan dikembalikan sebagai ruang hijau pengganti lahan yang dipakai massa bangunan di bagian bawahnya. Atap-atap bangunan dikembangkan menjadi taman atap (roof garden) dan dinding dijalari tanaman rambat (green wall) agar suhu udara di luar dan dalam turun, pencemaran berkurang, dan ruang hijau bertambah.

Pemanasan bumi

Keberadaan taman dan pohon penting dalam mengantisipasi pemanasan bumi. Ruang dalam bangunan diisi tanaman pot. Ruang hijau diolah menjadi kebun sayuran dan apotek hidup serta ditanami pohon buah-buahan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Penghuni dapat memelihara dan melindungi pohon dengan mengadopsi dan menjadi orangtua angkat pohon-pohon besar yang ada di depan jalan depan bangunan (rumah, gedung) kita.

Idealnya, air hujan bisa diserap ke dalam tanah sebesar 30 persen. Dengan banyaknya bangunan beton, jalan aspal, dan minim ruang terbuka hijau, kota (seperti Jakarta) hanya mampu menyerap 9 persen air hujan. Maka, saat musim hujan kebanjiran, musim panas kekeringan. Sementara konsumsi air dari PDAM hanya 47 persen, sedangkan air tanah mencapai 53 persen.

Bangunan harus mulai mengurangi pemakaian air (reduce), penggunaan kembali air untuk berbagai keperluan sekaligus (reuse), mendaur ulang buangan air bersih (recycle), dan mengisi kembali air tanah (recharge) dengan sumur resapan air (1 x 1 x 2 meter) dan/atau lubang resapan biopori (10 sentimeter x 1 meter).

Semua air limbah dimasukkan ke dalam sumur resapan air dengan pengolahan konvensional supaya tidak harus terlalu bergantung kepada sistem lingkungan yang ada. Cara hemat penggunaan air adalah tutup keran bila tidak diperlukan, jangan biarkan air keran menetes, hemat air saat cuci tangan dan cuci gelas/piring, pilih dual flush untuk toilet, selalu habiskan air yang Anda minum.

Dalam mengolah budaya sampah, bangunan menyediakan tempat pengolahan sampah mandiri sejak dari sumbernya. Penghuni diajak mengurangi (reduce) pemakaian barang sulit terurai. Sampah anorganik dipilah dan digunakan ulang atau dijual ke pemulung. Sampah organik diolah menjadi pupuk kompos untuk menyuburkan tanaman kebun. Tidak ada sampah yang terbuang (zero waste).

Menurut WHO (2006), 70 persen polusi di Jakarta berasal dari kendaraan bermotor. Menanam 5 pohon hanya mampu menyerap emisi CO2 yang dikeluarkan oleh 1 mobil! Dan, emisi per orang untuk menempuh tiap kilometer perjalanan dengan mobil pribadi adalah 15 kali bus. Kita perlu mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, beralih ke alat transportasi publik ramah lingkungan, car pooling, ajak rekan-rekan searah, eco-driving. Beruntung jika bangunan dekat sekolah, pasar, atau kantor, kita cukup naik sepeda atau berjalan kaki.

Kita dapat menerapkan sistem manajemen lingkungan mulai dari rumah, sekolah, hingga kantor secara praktis dan sederhana untuk membantu dan mendukung terwujudnya bangunan hemat energi dan ramah lingkungan, menginspirasi penghuni dalam menerapkan kebiasaan ramah lingkungan, membantu menekan biaya rumah tangga, mengurangi konsumsi sumber daya alam, mempromosikan praktik lestari melalui peningkatan kesadartahuan penghuni, mempromosikan cara-cara mitigasi perubahan iklim lewat penghematan energi dan pemakaian energi terbarukan.(Sumber : Kompas.com, 23 Oktober 2008, oleh : NIRWONO JOGA Arsitek Lanskap)

BISNIS PROPERTI SUDAH KEBAL KRISIS

BELAKANGAN ini banyak kalangan yang khawatir dan bertanya-tanya, akankah dampak krisis finansial global yang terjadi saat ini akan terulang kembali seperti yang pernah kita alami bersama sepuluh tahun lalu ketika krisis moneter ”menghancurkan” perekonomian Indonesia?

Sebenarnya pertanyaan semacam ini telah terlontar lima tahun lalu ketika ekspansi bisnis properti di negeri kita ini begitu bergelora. Pembangunan ruko, apartemen, mal,dan pusat perbelanjaan tak lagi hanya berlangsung di Jakarta, tetapi sudah menjalar ke seluruh penjuru kota-kota besar di Indonesia.

Nah, sekarang pertanyaan yang sama muncul kembali ketika krisis finansial global yang diawali dari Amerika Serikat menjalar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Sangatlah sulit untuk meyakinkan semua orang, apa pun jawaban yang kita berikan. Namun, sangatlah mudah untuk mengatakan bahwa dampak krisis finansial global saat ini tidak akan mengguncang perekonomian negara kita, apalagi menghancurkannya seperti yang terjadi tahun 1998. Mengapa demikian? Karena, situasi dan kondisi sosial ekonomi dan politik di negara kita saat ini amatlah berbeda bila dibandingkan dengan sepuluh tahun lalu.

Krisis yang terjadi pada saat itu (tahun 1998) adalah puncak dari sebuah perjalanan sejarah bangsa dengan politik yang sangat sentralistik dan tertutup. Belum lagi perekonomian yang sangat bergantung pada utang luar negeri, baik pemerintah maupun pihak swasta.

Dikendalikan pengusaha

Saat itu bank-bank swasta yang dimiliki para konglomerat dan bank-bank pemerintah yang dikendalikan pengusaha yang dekat dengan penguasa begitu berambisi membangun bisnis propertinya yang bersifat jangka panjang dan ditopang dengan dana bank yang bersifat jangka pendek.

Kalangan perbankan pun jorjoran mengucurkan dananya untuk membiayai proyek-proyek properti skala besar alias megaproyek. Ketika itu para bankir demikian agresif menyalurkan kredit ke sektor properti, pengawasan dari Bank Indonesia juga masih sangat lemah. Para bankir leluasa mengucurkan dana pihak ketiga untuk membiayai proyek-proyek properti yang digarap oleh kelompok usahanya sendiri.

Waktu itu, praktik pelanggaran legal lending limit (batas maksimum pemberian kredit- BMPK) dan mark up nilai proyek sangat lazim dilakukan. Ketika perekonomian nasional sedang sehat, melaju kencang di atas 7 persen per tahun, semua borok-borok itu bisa ditutupi. Toh, ada juga beberapa bank yang ”jebol” karena melakukan pelanggaran yang ”kebangetan”.

Ambruknya Bank Summa (1991), Bank Pacific (1995), dan Bank BHS (1997) menunjukkan betapa berbahaya dan besarnya dampak negatif yang muncul dari ”perselingkuhan” perbankan dan pengembang. Maka, ketika krisis mata uang yang terjadi di Thailand yang berawal dari ekspansi bisnis properti lalu menjalar ke Indonesia, tersungkurlah bank pemerintah dan swasta yang sangat getol membiayai bisnis properti waktu itu.

Para pengembang yang tadinya berkibar-kibar dengan sederet proyek kebanggaannya langsung tersungkur. Mereka bangkrut karena tidak kuat lagi menanggung beban utang yang tiba-tiba menggunung seiring dengan anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Para pengembang pun ramai-ramai masuk ruang gawat darurat Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Semua pengembang papan atas menjadi pasien BPPN.

Namun, pada 1999-2000, beberapa pengembang yang kebal krisis mulai kembali menggarap bisnis properti. Restrukturisasi utang pengembang melalui BPPN tahun 2001 menjadi stimulus dan landasan berpijak yang baru bagi para pengembang untuk kembali menekuni proyek-proyek propertinya. Sejak itu pula bisnis properti bergerak kembali dan bahkan menjadi lokomotif yang menggerakkan gerbong perekonomian nasional pascakrisis.

Kapitalisasi proyek properti

Sejak tahun 2003, pertumbuhan bisnis properti nasional tidak bisa dibendung lagi. Akibatnya, nilai kapitalisasi proyek properti nasional mengalami lonjakan yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Puncaknya terjadi tahun 2005, dengan nilai kapitalisasi bisnis properti Rp 91,01 triliun. Atau meningkat hampir sepuluh kali lipat dibandingkan dengan nilai kapitalisasi tahun 2000 yang ”hanya” Rp 9,51 triliun.

Pertumbuhan bisnis properti yang sangat fantastis itu tak terbendung lagi oleh gonjang-ganjing politik (pelaksanaan Pemilu 2004) dan kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), bahkan sebanyak enam kali terjadi sejak tahun 2004.

Nah, sekarang timbul pertanyaan, bagaimana dampak krisis finansial global itu terhadap bisnis properti Indonesia saat ini? Memang harus diakui sedikit banyak krisis finansial yang melanda dunia saat ini pastilah berdampak pada bisnis properti di Indonesia.

Bayangkan, di tengah krisis subprime mortgage di AS, yang pengaruh negatifnya langsung ditransmisikan ke negara-negara lain, seperti kawasan Eropa, Kanada, Australia, Hongkong, dan Singapura, bisnis properti nasional sama sekali tak terpengaruh. Harga properti yang berguguran di negara-negara lain sama sekali tidak terjadi di Indonesia.

Nah, dampak negatif yang berembus dari krisis subprime mortgage di AS dan kenaikan harga BBM yang sempat mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah terasa secara global, yakni berupa peningkatan laju inflasi yang sangat signifikan, bahkan merupakan laju inflasi tertinggi yang terjadi dalam 25 tahun terakhir.

Di Singapura, misalnya, yang perekonomiannya terkenal stabil dengan laju inflasi tahunan yang rata-rata cuma 2,5 persen, tahun ini diperkirakan inflasinya akan melonjak hingga 7,8 persen. Begitu pula di Malaysia, yang laju inflasinya hanya sekitar 3 persen, tahun ini akan menembus 7 persen. Adapun Australia yang laju inflasinya rata-rata hanya sekitar 4 persen tahun ini akan mencapai 7,5 persen.

Namun, jika menyimak nilai kapitalisasi proyek properti nasional sebagaimana terlihat pada tabel, tampak bahwa sejak tahun 2003 sektor properti di Indonesia dengan nilai Rp 50,7 triliun bertumbuh secara konsisten menjadi Rp 77,4 triliun hampir tidak mengenal masa resesi. Yang terjadi adalah, dari tahun ke tahun, sektor properti Indonesia bergerak dari booming yang satu ke booming yang lain. Bisnis properti Indonesia bergerak dari puncak gunung yang satu ke puncak gunung yang lain tanpa pernah tergelincir ke lembah.

Ekspansi bisnis properti pascakrisis tahun 2003 hingga 2008, kredit properti yang dipakai pengembang mencapai Rp 186,3 triliun, (lihat tabel) sebagian besar atau 64 persen senilai Rp 119 triliun adalah kredit pemilikan rumah (KPR). Sementara kredit konstruksi dan kredit real estat hanya mencapai 36 persen, masing-masing 21,9 persen atau senilai Rp 40,8 triliun adalah kredit konstruksi dan 14,22 persen atau Rp 26,5 triliun adalah kredit real estat.

Konsumen semakin pandai memilih proyek-proyek properti yang akan dibelinya dengan menyeleksi pengembang yang sudah teruji lolos dari krisis. Mereka semakin pintar untuk memilah pengembang yang kredibel dan memilih proyek yang sesuai dengan kemampuan ekonominya.

Mereka membeli sesuai dengan kebutuhannya. Tidak banyak konsumen yang menebar uang di banyak proyek properti sebagai ajang spekulasi. Mereka juga lebih berhati-hati dalam memilih proyek properti, dengan melihat bagaimana track record pengembangnya.

Kenapa sektor properti Indonesia tidak terpengaruh? Kenapa bisnis properti nasional seakan- akan begitu tangguh? Sekali lagi, hal ini merupakan anomali yang sulit dijelaskan. Ya, benar-benar merupakan ketidaklaziman dalam dinamika bisnis properti nasional.

Soalnya, pada masa lalu, ketika krisis moneter menerjang kawasan Asia, yang dimulai dari Thailand, justru Indonesia merupakan negara yang paling parah terkena dampaknya dibandingkan dengan negara lain, seperti Thailand, Malaysia, dan Korea Selatan. Dan, sektor properti Indonesia terperosok paling dalam ke kubangan krisis, di samping sektor keuangan dan perbankan.

Nah, dalam situasi krisis global yang terjadi belakangan ini, bisnis properti di Indonesia seakan- akan kebal dari penyakit ekonomi yang mengkhawatirkan banyak negara itu. Padahal, ketimbang negara lain, seperti Singapura, China, dan Uni Emirat Arab, bisnis properti Indonesia relatif masih tertutup bagi investor asing.

Tak pernah kehabisan

Para pengembang di Indonesia seperti tidak pernah kehabisan ”amunisi” untuk terus mengguyur pasar properti nasional dengan berbagai proyeknya. Buktinya, hanya dalam tempo dua tahun (2007-2009), tidak kurang dari 33.000 unit rumah susun sederhana milik (rusunami) diluncurkan para pengembang. Jika harga rusunami itu rata-rata Rp 175 juta per unit, nilai kapitalisasi dari proyek rusunami saja mencapai Rp 5,7 triliun.

Yang lebih fantastis, para pengembang juga terus merancang berbagai megaproyek properti lewat superblok. Pada masa mendatang, ekonomi Indonesia diperkirakan akan melaju rata-rata 7-9 persen per tahun, persis seperti sebelum terjadi krisis ekonomi. Indikasinya tampak jelas dari kinerja ekspor yang semakin mantap hingga menembus 100 miliar dollar AS tahun 2007.

Meski laju inflasi tahun 2008 akan cukup tinggi, yakni mencapai sekitar 12 persen, akibat kenaikan harga komoditas pangan internasional dan penyesuaian harga BBM di pasar domestik, pemerintah, Bank Indonesia, dan kalangan perbankan pada umumnya merasa sangat yakin bahwa laju inflasi akan kembali mereda pada tahun 2009, turun lagi ke level 6 persen-6,5 persen.

Nah, hal itulah yang membuat para pengembang sama sekali tak merasa ragu untuk terus meluncurkan proyek-proyek propertinya. Dengan demikian, bisnis properti yang terus bergairah sejak tahun 2002 akan menemukan momentum untuk mencapai booming pada tahun 2010-2011.

Fenomena seperti itu benar- benar merupakan sebuah anomali dalam sejarah bisnis properti Indonesia, bahkan dunia. Sebab, di mana pun juga tidak ada sebuah sektor ekonomi yang mampu terus-menerus selama satu dekade. Selalu ada proses alamiah yang membuat suatu usaha berkembang, lalu jeda sesaat atau melemah, untuk kemudian tumbuh lagi.

Salah satu faktor yang membuat para pengembang se- makin bersemangat membangun proyek-proyek propertinya adalah keyakinan bahwa pemerintah baru pada tahun 2009 akan membuat kebijakan terobosan. Salah satunya adalah membuka akses yang lebih luas bagi investor asing untuk masuk ke bisnis properti nasional.

Tak heran jika para pengembang terus meluncurkan proyek-proyek properti terpadu yang sangat prestisius, seperti StMoritz dengan nilai investasi Rp 11 triliun, Kemang Village (Rp 12 triliun), Ciputra Mall (Rp 14 triliun), Kuningan City (Rp 6 triliun), Kota Casablanca (Rp 7 triliun), Gandaria City (Rp 6,5 triliun), dan Tangerang City (Rp. 4,4 triliun).

Semua proyek properti itu seakan-akan merupakan antisipasi para pengembang menyambut hadirnya investor asing ke bisnis properti nasional pada kurun waktu 2009 dan seterusnya. Nah, jika semua skenario yang dipaparkan di atas terjadi, booming properti pada tahun 2010-2011 bukan hal yang mustahil terjadi.

Karena sikapnya yang sangat ”fanatik” terhadap properti sebagai instrumen investasi, para pengembang dari mancanegara pun semakin banyak yang menawarkan proyek-proyek propertinya ke Indonesia, seperti yang dilakukan para pengembang dari Singapura, Malaysia, Kanada, dan Australia. Bahkan, dalam dua tahun terakhir, pengembang dari AS juga gencar menawarkan proyek-proyek properti di New York dan California. (Sumber : Kompas.com , kamis 23 Oktober 2008, oleh:Panangian Simanungkalit)

PEMBANGUNAN RUSUNAMI 2009

JAKARTA. Pemerintah terus mengebut program pembangunan 1000 tower rumah susun. Meskipun sebagian besar program tersebut dibangun di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Namun pemerintah juga memacu pembangunan rusun di kawasan industri, seperti Batam.

Deputi Menpera Bidang Perumahan Formal, Zulfi Koto memaparkan, tahun ini akan dibangun 20 tower rumah susun sederhana milik (rusunami) di Batam. "Sementara rumah susun sederhana sewa (rusunawa) yang akan dibangun mencapai 5 twinblock," ucapnya Jumat (23/1).

Kementerian Negara Perumahan Rakyat menguraikan sejumlah kendala dalam program rusun 1000 tower di luar DKI Jakarta, salah satunya perizinan. Sebab itu pemerintah pusat mendesak sejumlah hal.

Pertama, diperlukan percepatan penerbitan berbagai rekomendasi izin, seperti penyambungan air bersih, kebersihan dan pengelolaan sampah.

Kedua, percepatan persetujuan Amdal dan IMB.

Ketiga, percepatan penerbitan peraturan pengurangan retribusi IMB.

Keempat, percepatan penerbitan atau revisi Perda Rusuna. "Proyek 1.000 rusun sangat membutuhkan gerak cepat dari pemerintah daerah," harap Zulfi. (Sumber : www.kontan.co.id , Yohan Rubiyantoro )

Thursday, January 22, 2009

SERTIFIKASI TANAH DI JAKARTA SELATAN DIPERMUDAH



Untuk memudahkan proses sertifikasi tanah, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Selatan telah mengaktifkan program sertifikasi tanah keliling yang diberi nama Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah (Larasita). Dengan adanya program ini, pemilik tanah tidak perlu repot-repot lagi mengantar berkas pertanahan karena petugas akan menjemput para pemohon.
“Diharapkan dengan adanya layanan Larasita ini, bisa membantu masyarakat dalam menikmati pelayanan dari BPN. Hal ini sesuai dengan prinsip dasar pelayanan pemerintahan yang menekankan efisiensi, mudah, dan murah,” ujar Kasie Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah (HTPT) BPN Jaksel, Dirwan Dachri, kepada beritajakarta.com, Sabtu (17/1).

Dirwan menambahkan, dengan adanya program Larasita itu, setidaknya ada tiga bentuk pelayanan pertanahan yang sudah bisa dilakukan secara langsung yaitu, proses balik nama, cek plot atau mengetahui ada atau tidaknya masalah pada bidang tanah, dan pengakuan hak tanah. “Untuk proses balik nama dan cek plot biayanya sebesar Rp 25 ribu per bidang. Sedangkan untuk pengakuan hak tanah biayanya bervariasi tergantung luas lahan yang diajukan pemilik,” katanya.

Menurut Dirwan, program Larasita ini sejatinya hanya bentuk pelayanan loket berjalan, karena layanan yang dilakukan hanya sebatas menjemput berkas-berkas yang diajukan pemohon. Kemudian, petugas akan memberi tahu kapan waktu selesai. Dan apabila berkas permohonan sudah selesai diproses tetap harus diambil di kantor BPN setempat. “Program Larasita saat ini masih sebatas tahap uji coba, maka untuk pelayanan yang lain belum bisa dilakukan di lapangan, tapi mudah-mudahan ke depan akan lebih banyak lagi bentuk pelayanan yang terakomodasi di mobil Larasita ini,” harapnya.

Di Jakarta Selatan, jadwal keliling mobil Larasita sedang disusun sehingga bisa melayani 65 kelurahan di Jakarta Selatan. "Saat ini, sedang kita susun jadwal kelurahan yang nantinya akan dilintasi mobil Larasita tersebut. Dan saya harap masyarakat bisa menyerahkan berkasnya langsung kepada petugas, jika ada keluhan terkait pelayanan kami silahkan SMS di nomor 081210062000, dan kami pasti akan menindaklanjuti laporan itu,” tandasnya. (Sumber : BERITAJAKARTA.COM )

JAKARTA CITY NOW



Jakarta is the capital city of the Republic of Indonesia, a country composed of more than 13,000 islands with a population of over 180 million. Comprising more than 300 ethnic groups speaking 200 different languages, the Indonesia population exhibits marked diversity in its linguistic, culture, and religious traditions. As the Capital City, Jakarta is a melting pot of representatives from each of these ethnic groups.

Jakarta is the center of the nation's industrial, political and cultural life. It is home to many of the country's finest research institutes, educational facilities, and cultural organizations. Jakarta is uniquely the seat of both the national as well as the regional goverment. Strategically positioned in the archipelago, the city is also the principal gateway to the rest of Indonesia. From the Capital City, sophisticated land, air, and sea transport is available to the rest of the country and beyond.

Over the last several decades, Jakarta has proudly developed into one of Asia's most prominent metropolitan centers. With a current population of nearly nine million, Jakarta has undergone dramatic growth. Today, Jakarta's skyline is covered by modern highrises. The many state-of-the-art shopping centers, recreation complexes and toll-roads have become hallmarks of the city. The quality of life and the general welfare of its inhabitants have improved considerably with the city's fast pace of development. Jakarta's cultural richness and dynamic growth contribute significantly to its growing importance as one of the world's leading capital cities.

Jakarta is one of Indonesia's designated tourist areas. It is a gateway to other tourist destinations in Indonesia and is equipped with all the means of modern transportation by air, sea, rail, or by land. It has the largest and most modern airport in the country, the most important harbour in Indonesia and is well-connected by rail of good roads to other destinations in Java, Sumatra, and Bali.

Jakarta, once considered as primarily a stop-over to more worthwhile destinations in the country, has become a major destinations in its own right. Visitors come for Jakarta'' complete facilities and attractions that are in many ways unique and not available elsewhere. In the field of tourism Jakarta offers four and five star hotels on par with similar establishments elsewhere in the world, convention facilities, amusement parks, shopping centers, historical buildings, museums, tours, and many other tourist attractions.

Foreign banking has remained centred in Jakarta, but investments have spread out over the provinces in the past decade. Though it is still the major stop for bussiness people looking for chances and possibilities in Indonesia. (Beritajakarta.com 2009)

Tuesday, January 20, 2009

PROSPEK PROPERTI 2009


Jakarta–Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) mengungkapkan optimismenya bahwa sektor properti di tahun 2009 akan berprospek baik, meski tidak dapat dipungkiri adanya perlambatan hampir di semua sektor industri.

“Permintaan properti memang turun signifikan akibat hempasan krisis. Ini yang harus kita selamatkan,” kata Ketua Umum HIPMI Erwin Aksa Mahmud, di sela Seminar Properti HIPMI, di Hotel Ritz Carlton, Kamis (11/12).

Menurut Erwin, optimisme terhadap prospek baik sektor properti tahun depan disebabkan kebutuhan perumahan yang masih cukup tinggi, terutama untuk rumah susun sederhana milik (rusunami) dan rumah sederhana sehat (RSh). “Prospek properti tahun depan memang tidak sebagus tahun ini, tetapi masih akan lebih baik dibandingkan negara tetangga lainnya,” katanya.
Ia menuturkan, dalam mendukung sektor properti, semua pihak harus bisa menjaga pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Prediksinya, tahun depan akan banyak proyek infrastruktrur dan percepatan di bidang konstruksi.

Oleh karena itu, pihaknya meminta kepada pemerintah agar bisa menyiapkan sebuah skema pembiayaan perumahan yang dapat terjangkau oleh masyarakat, khususnya golongan menengah ke bawah yang meminati RSh maupun rusunami.

Ia mengatakan, perlu ada kerja sama antara BTN, Perumnas, dan Kemenpera dalam hal penyediaan hunian untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) agar kejatuhan sektor properti tidak terlalu parah. Selain itu, pihak perbankan juga harus mendorong konsumen dengan memberikan pinjaman untuk membeli rumah.

“Suku bunga harus diturunkan supaya cicilan setiap bulan bisa lebih ringan serta uang muka jangan ditentukan terlalu tinggi karena dapat menjadi beban bagi mereka yang akan mencicil rumah,” jelasnya.

Pemerintah harus mendorong perbankan nasional dan masyarakat yang akan mengambil kredit perumahan. BI diminta segera menurunkan BI rate untuk menghindari kredit macet di sektor properti. “Idealnya, delapan persen untuk tahun depan dengan suku bunga pinjaman sebesar 12 persen. Ini akan menjadi stimulus yang baik terhadap daya beli masyarakat sehingga mereka akan terdorong untuk membeli rumah,” katanya.

Gandeng Bank Besar
Staf Ahli Kementerian Perumahan Rakyat Bidang Ekonomi dan Keuangan Sri Hartoyo mengatakan, sebagai solusi terganggunya pasar properti karena ketatnya likuiditas perbankan, pengembang harus lebih agresif mencari pasar serta menggandeng bank besar.
Pemerintah terus mendorong pelaku usaha untuk membangun rusun di perkotaan meski investasi tidak cukup mudah. Sampai saat ini, telah terdata di DKI Jakarta akan dibangun sekitar 327 menara rusun. Tercatat sudah 27 perusahaan yang mengajukan membangun sekitar 140 menara yang tersebar di 25 lokasi.

Soal pendanaan, sejumlah instansi terkait telah membantu program ini, seperti Dana Bapertarum sebesar Rp 2 triliun telah dialokasikan ke BTN dan dana Jamsostek sebesar Rp 1 triliun untuk KPR rusunami.

Di tempat yang sama, Ketua DPP REI Teguh Satria juga mengaku optimistis bahwa prospek bisnis perumahan masih baik pada tahun 2009. Menurut dia, hal tersebut didasari pada naiknya anggaran subsidi perumahan dan rusunami pada 2009 dari Rp 800 miliar menjadi Rp 2,5 triliun. “Anggaran tersebut akan mendukung pembentukan kapitalisasi perumahan sebesar Rp 15 triliun,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Divisi Pengelolaan Kredit BTN Budi Hartono menyatakan bahwa di tengah ketatnya likuiditas, pihak perbankan cenderung lebih selektif dalam penyaluran dana. Namun demikian, untuk kredit program seperti rusunami dan RSh akan berjalan seperti biasa.n
(By Ellen Piri : Copyright © Sinar Harapan 2008)