Sunday, January 25, 2009

SUPERBLOK - FENOMENA KOTA BESAR

Fenomena paling menarik dari bisnis properti Indonesia kini ialah pembangunan superblok. Gambaran tentang sangat riuhnya pembangunan superblok tampak di beberapa wilayah strategis Ibu Kota. Di Jalan S Parman, di antara Taman Anggrek dan Hotel Ciputra, terdapat Podomoro City dengan luas 22 hektar.

Di sana tegak apartemen Mediterania I dan II. Juga Royal Mediterania Garden. Lalu, proyek paling gres yang bakal menjulangkan nama grup ini ialah Central Park, juga di Podomoro City. Central Park yang akan menjadi ikon Grup Agung Podomoro dibangun di atas areal 9,3 hektar.

Jika semua proyek selesai, grup usaha yang dipimpin oleh Trihatma Kusuma Haliman ini akan memiliki kawasan superblok modern terluas di Indonesia. Trihatma bisa bangga dengan proyek ini sebab ia membangun kawasan ikon baru.

Apartemen Mediterania dan Royal Mediterania Garden laris manis dan menjadi sentra hunian yang disukai publik. Para penghuninya, yang berjumlah puluhan ribu orang, adalah warga yang bekerja, bersekolah, berbisnis, atau beraktivitas sosial di sekitar kawasan padat itu.

Sukses dengan proyek itu, Agung Podomoro membangun apa yang disebut Central Park. Terinspirasi oleh Central Park di New York dan Hyde Park di London, Trihatma membangun proyek dengan nuansa lingkungan hidup. Dari 9,3 hektar areal Central Park, lebih kurang 4 hektar di antaranya dimanfaatkan untuk areal pertamanan dan ruang terbuka hijau untuk pengunjung.

Areal komersial dimanfaatkan untuk pusat perbelanjaan mutakhir, juga menara perkantoran (42 lantai) dan tiga menara apartemen, masing-masing 42 lantai. Ada pula hotel bintang empat di kawasan ini.

”Intinya, saya ingin proyek ini menjadi oase bagi penduduk Ibu Kota. Saya ingin warga mengurangi perjalanan yang bikin macet dan berdomisili di satu kawasan terintegrasi yang berudara sehat. Ayah dan ibunya bekerja di kawasan ini dan anak-anaknya bersekolah, bermain di mal atau di areal terbuka hijau. Untuk urusan kesehatan, belanja, dan berkantor, bisa juga di sini. Inilah makna superblok, segala urusan menjadi efisien,” ujar Trihatma, pekan lalu di Jakarta.

Superblok juga tampak di kawasan premium Jakarta, Bundaran Hotel Indonesia dan sekitarnya. Ada, misalnya, Thamrin Residence yang terdiri atas lima menara 35 lantai, kombinasi antara pusat hunian dan bisnis. Ini masih ditambah dengan sentra perkantoran, Jakarta City Center (JaCC) untuk peminat grosir dan ritel.

Selain Thamrin Residence (Thamres), terdapat dua superblok premium di kawasan lain, yakni superblok Grand Hyatt-Plaza Indonesia-E’X dan sentra perkantoran. Dua gedung di sini dibangun dengan tinggi 50 lantai, memberi warna dominan untuk wajah MH Thamrin.

Ada pula superblok Grand Indonesia, hotel dengan latar belakang sejarah, dan dua menara 55 lantai. Fenomena superblok juga tampak di kota-kota besar dunia, seperti tampak di Chicago, New York, dan Dubai.

Di Shanghai, Tokyo, dan Hongkong, superblok bahkan dalam raut yang lebih spesifik. Ini memudahkan masyarakat datang ke lokasi-lokasi tersebut.

”Saya senang superblok. Sederhana, lingkungan bersih, hemat lahan, dan efisien,” tutur Veri Setiadi, eksekutif Grup Agung Podomoro yang suka melakukan perjalanan ke luar negeri untuk meraih suasana dan komparasi.

Ekspansi

Grup besar lain, Ciputra dan Pakuwon, juga membangun beberapa superblok kelas satu. Ciputra, di antaranya, membangun Ciputra World di kawasan kelas satu ”baru” Jakarta, Jalan Satrio. Pengembang senior ini juga membangun sejumlah superblok di beberapa kota besar di Indonesia. Ciputra juga membangun kompleks properti elite di sejumlah negara, di antaranya di India, Vietnam, Kamboja, Polandia, dan kini Nigeria.

”Saya tidak mau bikin proyek asal-asalan. Semua proyek yang dikemas mesti berkelas dan bermanfaat, bukan saja untuk saya, tetapi juga publik,” ujar Ciputra.

Adapun Grup Pakuwon membangun superblok di kawasan Casablanca dan Gandaria. Grup ini menganggarkan dana hampir Rp 10 triliun untuk pembangunan dua proyek besar itu.

”Proyek ini mendapat sambutan positif publik. Harapan kami, dua megaproyek ini akan memberi faedah untuk masyarakat,” kata pimpinan Grup Pakuwon, Melinda Tedja. Grup ini, di antaranya, berkibar di Surabaya dengan sejumlah proyek besar, di antaranya Tunjungan Plaza, Royal Plaza, Supermall, dan Pakuwon Trade Center.

Grup lainnya, Lippo, membangun proyek Kemang Village dan St Moritz di Jakarta. Di Surabaya, grup usaha yang dipimpin James Riady ini membangun City of Tomorrow. Lalu, proyek paling gres datang dari Subianto Satmaka dan kawan-kawan. Mereka membangun superblok di Pancoran, Area 24. Proyek ini dikerjakan arsitek kawakan Ridwan Kamil.

Hal yang menjadi persoalan, sangat sulit mencari areal kosong di atas kawasan empat hektar. Jakarta sudah terbentuk oleh kawasan hunian dan perkantoran yang terurai sangat lebar. Jakarta penuh dengan perumahan amat padat berskala menengah dan kecil.

Sangat tidak manusiawi untuk memindahkan mereka ke lokasi-lokasi di tepi kota. Para pengembang yang bisa membaca tren ini kemudian membuat proyek superblok.

Pilihan lain, perumahan berskala menengah, berukuran belasan hektar atau dua puluhan hektar. Proyek seperti itu umumnya dikerjakan dengan penuh gaya, penuh konsentrasi, dan dengan segenap talenta yang dimiliki pengembang.

Residence 28 di Jalan Panjang, misalnya, bisa menjadi contoh bagaimana sebuah proyek dikerjakan dengan penuh kecermatan. Pemilik proyek, Didi Teja, setiap hari berada di lokasi proyek untuk ikut menjaga mutu produk.

Pengembang SpringHill juga melakukan hal yang sama. Pemilik proyek memercayakan tenaga-tenaga profesional yang setiap hari ”menongkrongi” proyek di jantung lokasi. Hasilnya, SpringHill menjadi contoh dari proyek yang dikerjakan dengan penuh cinta.

Direktur Operasi SpringHill AH Marhendra menyatakan, pihaknya ingin SpringHill menjadi salah satu ikon Jakarta. Ia juga ingin proyek itu benar-benar cermin dari perumahan bertema ”spring”. Tanaman hijau dan berwarna berada di mana-mana.

Menurut Marhendra, perumahan dengan skala luas 30 hektar ke bawah kini yang paling pas untuk Jakarta. Ke depan, SpringHill akan tetap berjalan dengan proyek dengan luasan 30 hektar ke bawah.

Penanganannya pun lebih terfokus. Hal yang patut digarisbawahi, para pengembang jangan meninggalkan ”rakyat kebanyakan”. Alangkah ideal kalau di tengah kesibukan membangun superblok dan perumahan berkelas, pengembang juga menata perumahan kumuh.

Pengembang memberi konsultasi gratis untuk perbaikan/penataan rumah. Pilihan-pilihan warna, penataan tanaman, sumur resapan murah meriah, dan sebagainya. Ini patut diperhatikan agar kaum berduit dan pas-pasan bisa hidup nyaman bersama-sama.

Para pengembang yang bersedia melakukan ini, niscaya akan meraih apresiasi. Lalu, Jakarta yang lebih damai, dan lebih segar akan lebih cepat terwujud. (Sumber : Kompas.com, 18 September 2008, oleh : Abun Sanda)

No comments:

Post a Comment