Sunday, January 25, 2009

KONSEP LOFT DI APARTEMEN

HAMPIR di setiap sudut Jakarta berdiri bangunan tinggi yang bernama apartemen. Bangunan-bangunan ini sejalan dengan adanya konsep "kembali ke kota" bagi para warga kota yang bekerja di pusat kota. Inilah yang antara lain membuat developer seperti berlomba-lomba membangun apartemen demi memenuhi kebutuhan pasar.

Saat ini tersedia banyak pilihan apartemen di Jakarta. Baik itu pilihan lokasi, konsep, kemudahan akses, pelayanan, hingga fasilitasnya. Salah satu tawaran developer yang kini jadi buah bibir adalah konsep Loft. Apa sih sebenernya konsep Loft?

Loft sejatinya diadopsi dari luar negeri, khususnya Eropa. Apartemen berkonsep ini memiliki dua lantai, namun masih dalam satu unit seatap. Konsepnya mirip ruang dengan lantai mezanin.

Salah satu apartemen yang menerapkan konsep loft ini adalah Cityloft Sudirman yang dikembangkan Duta Anggada Realty.

Konsep loft yang ditawarkan Cityloft menggabungkan fungsi tinggal dan ruang kerja. Konsep ini dikenal juga dengan small office home office.

"Kami merupakan pioneer hunian apartemen berkonsep loft," ujar Hendrik Dharmawan dari Duta Anggada. Konsep ini menurutnya memberi keuntungan bagi penghuni yang ingin bekerja mandiri. Penghuni yang menempati Cityloft dapat menyatukan kantornya ke dalam tempat tinggalnya. Misalnya, lantai pertama difungsikan sebagai kantor, lantai kedua sebagai area tinggal.

Konsep yang ditawarkan Hendrik itu telah diaplikasikan di Cityloft. Pada salah satu unit yang memiliki luas total 75 m², terlihat sebuah area hunian dan kantor yang terpisahkan oleh perbedaan tinggi lantai. Bagian bawah seluas 40 m² difungsikan sebagai area semipublik sekaligus ruang kerja/kantor. Di sana ada dapur, ruang makan, kamar mandi, dan ruang keluarga, sedangkan bagian atas sebagai area privat. Dengan luas 24 m², di sana ada kamar tidur, serta wardrobe.(Sumber Kompas.com, 16 Desember 2008,oleh :Whery )

SUPERBLOK - FENOMENA KOTA BESAR

Fenomena paling menarik dari bisnis properti Indonesia kini ialah pembangunan superblok. Gambaran tentang sangat riuhnya pembangunan superblok tampak di beberapa wilayah strategis Ibu Kota. Di Jalan S Parman, di antara Taman Anggrek dan Hotel Ciputra, terdapat Podomoro City dengan luas 22 hektar.

Di sana tegak apartemen Mediterania I dan II. Juga Royal Mediterania Garden. Lalu, proyek paling gres yang bakal menjulangkan nama grup ini ialah Central Park, juga di Podomoro City. Central Park yang akan menjadi ikon Grup Agung Podomoro dibangun di atas areal 9,3 hektar.

Jika semua proyek selesai, grup usaha yang dipimpin oleh Trihatma Kusuma Haliman ini akan memiliki kawasan superblok modern terluas di Indonesia. Trihatma bisa bangga dengan proyek ini sebab ia membangun kawasan ikon baru.

Apartemen Mediterania dan Royal Mediterania Garden laris manis dan menjadi sentra hunian yang disukai publik. Para penghuninya, yang berjumlah puluhan ribu orang, adalah warga yang bekerja, bersekolah, berbisnis, atau beraktivitas sosial di sekitar kawasan padat itu.

Sukses dengan proyek itu, Agung Podomoro membangun apa yang disebut Central Park. Terinspirasi oleh Central Park di New York dan Hyde Park di London, Trihatma membangun proyek dengan nuansa lingkungan hidup. Dari 9,3 hektar areal Central Park, lebih kurang 4 hektar di antaranya dimanfaatkan untuk areal pertamanan dan ruang terbuka hijau untuk pengunjung.

Areal komersial dimanfaatkan untuk pusat perbelanjaan mutakhir, juga menara perkantoran (42 lantai) dan tiga menara apartemen, masing-masing 42 lantai. Ada pula hotel bintang empat di kawasan ini.

”Intinya, saya ingin proyek ini menjadi oase bagi penduduk Ibu Kota. Saya ingin warga mengurangi perjalanan yang bikin macet dan berdomisili di satu kawasan terintegrasi yang berudara sehat. Ayah dan ibunya bekerja di kawasan ini dan anak-anaknya bersekolah, bermain di mal atau di areal terbuka hijau. Untuk urusan kesehatan, belanja, dan berkantor, bisa juga di sini. Inilah makna superblok, segala urusan menjadi efisien,” ujar Trihatma, pekan lalu di Jakarta.

Superblok juga tampak di kawasan premium Jakarta, Bundaran Hotel Indonesia dan sekitarnya. Ada, misalnya, Thamrin Residence yang terdiri atas lima menara 35 lantai, kombinasi antara pusat hunian dan bisnis. Ini masih ditambah dengan sentra perkantoran, Jakarta City Center (JaCC) untuk peminat grosir dan ritel.

Selain Thamrin Residence (Thamres), terdapat dua superblok premium di kawasan lain, yakni superblok Grand Hyatt-Plaza Indonesia-E’X dan sentra perkantoran. Dua gedung di sini dibangun dengan tinggi 50 lantai, memberi warna dominan untuk wajah MH Thamrin.

Ada pula superblok Grand Indonesia, hotel dengan latar belakang sejarah, dan dua menara 55 lantai. Fenomena superblok juga tampak di kota-kota besar dunia, seperti tampak di Chicago, New York, dan Dubai.

Di Shanghai, Tokyo, dan Hongkong, superblok bahkan dalam raut yang lebih spesifik. Ini memudahkan masyarakat datang ke lokasi-lokasi tersebut.

”Saya senang superblok. Sederhana, lingkungan bersih, hemat lahan, dan efisien,” tutur Veri Setiadi, eksekutif Grup Agung Podomoro yang suka melakukan perjalanan ke luar negeri untuk meraih suasana dan komparasi.

Ekspansi

Grup besar lain, Ciputra dan Pakuwon, juga membangun beberapa superblok kelas satu. Ciputra, di antaranya, membangun Ciputra World di kawasan kelas satu ”baru” Jakarta, Jalan Satrio. Pengembang senior ini juga membangun sejumlah superblok di beberapa kota besar di Indonesia. Ciputra juga membangun kompleks properti elite di sejumlah negara, di antaranya di India, Vietnam, Kamboja, Polandia, dan kini Nigeria.

”Saya tidak mau bikin proyek asal-asalan. Semua proyek yang dikemas mesti berkelas dan bermanfaat, bukan saja untuk saya, tetapi juga publik,” ujar Ciputra.

Adapun Grup Pakuwon membangun superblok di kawasan Casablanca dan Gandaria. Grup ini menganggarkan dana hampir Rp 10 triliun untuk pembangunan dua proyek besar itu.

”Proyek ini mendapat sambutan positif publik. Harapan kami, dua megaproyek ini akan memberi faedah untuk masyarakat,” kata pimpinan Grup Pakuwon, Melinda Tedja. Grup ini, di antaranya, berkibar di Surabaya dengan sejumlah proyek besar, di antaranya Tunjungan Plaza, Royal Plaza, Supermall, dan Pakuwon Trade Center.

Grup lainnya, Lippo, membangun proyek Kemang Village dan St Moritz di Jakarta. Di Surabaya, grup usaha yang dipimpin James Riady ini membangun City of Tomorrow. Lalu, proyek paling gres datang dari Subianto Satmaka dan kawan-kawan. Mereka membangun superblok di Pancoran, Area 24. Proyek ini dikerjakan arsitek kawakan Ridwan Kamil.

Hal yang menjadi persoalan, sangat sulit mencari areal kosong di atas kawasan empat hektar. Jakarta sudah terbentuk oleh kawasan hunian dan perkantoran yang terurai sangat lebar. Jakarta penuh dengan perumahan amat padat berskala menengah dan kecil.

Sangat tidak manusiawi untuk memindahkan mereka ke lokasi-lokasi di tepi kota. Para pengembang yang bisa membaca tren ini kemudian membuat proyek superblok.

Pilihan lain, perumahan berskala menengah, berukuran belasan hektar atau dua puluhan hektar. Proyek seperti itu umumnya dikerjakan dengan penuh gaya, penuh konsentrasi, dan dengan segenap talenta yang dimiliki pengembang.

Residence 28 di Jalan Panjang, misalnya, bisa menjadi contoh bagaimana sebuah proyek dikerjakan dengan penuh kecermatan. Pemilik proyek, Didi Teja, setiap hari berada di lokasi proyek untuk ikut menjaga mutu produk.

Pengembang SpringHill juga melakukan hal yang sama. Pemilik proyek memercayakan tenaga-tenaga profesional yang setiap hari ”menongkrongi” proyek di jantung lokasi. Hasilnya, SpringHill menjadi contoh dari proyek yang dikerjakan dengan penuh cinta.

Direktur Operasi SpringHill AH Marhendra menyatakan, pihaknya ingin SpringHill menjadi salah satu ikon Jakarta. Ia juga ingin proyek itu benar-benar cermin dari perumahan bertema ”spring”. Tanaman hijau dan berwarna berada di mana-mana.

Menurut Marhendra, perumahan dengan skala luas 30 hektar ke bawah kini yang paling pas untuk Jakarta. Ke depan, SpringHill akan tetap berjalan dengan proyek dengan luasan 30 hektar ke bawah.

Penanganannya pun lebih terfokus. Hal yang patut digarisbawahi, para pengembang jangan meninggalkan ”rakyat kebanyakan”. Alangkah ideal kalau di tengah kesibukan membangun superblok dan perumahan berkelas, pengembang juga menata perumahan kumuh.

Pengembang memberi konsultasi gratis untuk perbaikan/penataan rumah. Pilihan-pilihan warna, penataan tanaman, sumur resapan murah meriah, dan sebagainya. Ini patut diperhatikan agar kaum berduit dan pas-pasan bisa hidup nyaman bersama-sama.

Para pengembang yang bersedia melakukan ini, niscaya akan meraih apresiasi. Lalu, Jakarta yang lebih damai, dan lebih segar akan lebih cepat terwujud. (Sumber : Kompas.com, 18 September 2008, oleh : Abun Sanda)

Memadukan Bangunan Hemat Energi dan Ramah Lingkungan

ISU pemanasan global masih menghangat di segala bidang kehidupan. Berbagai upaya terus dilakukan untuk menghambat pemanasan buana, perubahan iklim secara ekstrem, dan degradasi kualitas lingkungan.

Belum usai berbenah menata lingkungan, krisis ekonomi global kembali menggoyang sendi-sendi kehidupan kota dan kita, termasuk sektor properti. Krisis yang datang beruntun dan bertubi-tubi seharusnya sanggup menggugah kesadaran kita.

Bentuk arsitektur bangunan (rumah, gedung) harus berempati, tanggap, dan memberikan solusi. Salah satunya adalah memadukan bangunan (rumah, gedung) yang hemat energi dan ramah lingkungan.

Bak ibarat tubuh, kita perlu melakukan diet mengurangi kadar kolesterol dalam bangunan dan menjadikan bangunan lebih langsing dan segar yang dapat menyehatkan diri sendiri (kantong tabungan, bangunan, penghuni) dan lingkungan (warga, kota) serta menghindari stroke komplikasi sosial. Untuk itu, kita perlu mengenali pokok-pokok permasalahan dan upaya-upaya yang dapat dilakukan.

Pembangunan bangunan hemat energi dan ramah lingkungan harus murah, mudah, dan berdampak luas. Pengembangan kota hijau (green city), properti hijau (green property), bangunan hijau (green building), kantor/sekolah hijau (green school/office), hingga pemakaian produk hijau (green product) terus dilakukan untuk turut mengurangi pemanasan global dan krisis ekonomi global.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung mendorong pembangunan bangunan berarsitektur lokal terasa lebih ramah lingkungan dan selaras dengan lingkungan asal. Desain bangunan (green building) hemat energi, membatasi lahan terbangun, layout sederhana, ruang mengalir, kualitas bangunan bermutu, efisiensi bahan, dan material ramah lingkungan (green product).

Bangunan hijau mensyaratkan layout desain bangunan (10 persen), konsumsi dan pengelolaan air bersih (10 persen), pemenuhan energi listrik (30 persen), bahan bangunan (15 persen), kualitas udara dalam (20 persen), dan terobosan inovasi (teknologi, operasional) sebesar 15 persen.

Seberapa besar bangunan (rumah, gedung) yang akan dibangun? Cukup adalah cukup. Volume bangunan dijaga agar biaya pembangunan, pengoperasian, dan pemeliharaan terkendali dan lebih hemat.

Bangunan dirancang dengan massa ruang, keterbukaan ruang, dan hubungan ruang luar-dalam yang cair, teras lebar, ventilasi bersilangan, dan void berimbang yang secara klimatik tropis berfungsi untuk sirkulasi pengudaraan dan pencahayaan alami merata ke seluruh ruangan agar hemat energi.

Pemanfaatan energi alternatif

Untuk menghemat pemakaian listrik, kita dapat menggunakan lampu hemat energi, mempertahankan suhu AC di 25ยบ C, membuka tirai jendela bila memungkinkan agar terang, dan matikan peralatan elektronik jika tidak diperlukan (bukan posisi stand-by).

Penghuni diajak memanfaatkan energi alternatif dalam memenuhi kebutuhan listrik yang murah dan praktis, serta ditunjang pengembangan teknologi energi tenaga surya, angin, atau biogas untuk bangunan rumah/ gedung.

Penggunaan material lokal justru akan lebih menghemat biaya (biaya produksi, angkutan). Kreativitas desain sangat dibutuhkan untuk menghasilkan bangunan berbahan lokal menjadi lebih menarik, keunikan khas lokal, dan mudah diganti dan diperoleh dari tempat sekitar. Perpaduan material batu kali atau batu bata untuk fondasi dan dinding, dinding dari kayu atau gedeg modern (bambu), atap genteng, dan lantai teraso tidak kalah bagus dengan bangunan berdinding beton dan kaca, rangka dan atap baja, serta lantai keramik, marmer, atau granit. Motif dan ornamen lokal pada dekoratif bangunan juga memberikan nilai tambah tersendiri.

Pemanfaatan material bekas atau sisa untuk bahan renovasi bangunan juga dapat menghasilkan bangunan yang indah dan fungsional. Kusen, daun pintu atau jendela, kaca, teraso, hingga tangga dan pagar besi bekas masih bisa dirapikan, diberi sentuhan baru, dan dipakai ulang yang dapat memberikan suasana baru pada bangunan. Lebih murah dan tetap kuat.

Skala bangunan dan proporsi ruang terbuka harus memerhatikan koefisien dasar bangunan (KDB) dan koefisien dasar hijau (KDH) yang berkisar 40-70 persen ruang terbangun berbanding 30-60 persen untuk ruang hijau untuk bernapas dan menyerap air. Keseluruhan atau sebagian atap bangunan dikembalikan sebagai ruang hijau pengganti lahan yang dipakai massa bangunan di bagian bawahnya. Atap-atap bangunan dikembangkan menjadi taman atap (roof garden) dan dinding dijalari tanaman rambat (green wall) agar suhu udara di luar dan dalam turun, pencemaran berkurang, dan ruang hijau bertambah.

Pemanasan bumi

Keberadaan taman dan pohon penting dalam mengantisipasi pemanasan bumi. Ruang dalam bangunan diisi tanaman pot. Ruang hijau diolah menjadi kebun sayuran dan apotek hidup serta ditanami pohon buah-buahan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Penghuni dapat memelihara dan melindungi pohon dengan mengadopsi dan menjadi orangtua angkat pohon-pohon besar yang ada di depan jalan depan bangunan (rumah, gedung) kita.

Idealnya, air hujan bisa diserap ke dalam tanah sebesar 30 persen. Dengan banyaknya bangunan beton, jalan aspal, dan minim ruang terbuka hijau, kota (seperti Jakarta) hanya mampu menyerap 9 persen air hujan. Maka, saat musim hujan kebanjiran, musim panas kekeringan. Sementara konsumsi air dari PDAM hanya 47 persen, sedangkan air tanah mencapai 53 persen.

Bangunan harus mulai mengurangi pemakaian air (reduce), penggunaan kembali air untuk berbagai keperluan sekaligus (reuse), mendaur ulang buangan air bersih (recycle), dan mengisi kembali air tanah (recharge) dengan sumur resapan air (1 x 1 x 2 meter) dan/atau lubang resapan biopori (10 sentimeter x 1 meter).

Semua air limbah dimasukkan ke dalam sumur resapan air dengan pengolahan konvensional supaya tidak harus terlalu bergantung kepada sistem lingkungan yang ada. Cara hemat penggunaan air adalah tutup keran bila tidak diperlukan, jangan biarkan air keran menetes, hemat air saat cuci tangan dan cuci gelas/piring, pilih dual flush untuk toilet, selalu habiskan air yang Anda minum.

Dalam mengolah budaya sampah, bangunan menyediakan tempat pengolahan sampah mandiri sejak dari sumbernya. Penghuni diajak mengurangi (reduce) pemakaian barang sulit terurai. Sampah anorganik dipilah dan digunakan ulang atau dijual ke pemulung. Sampah organik diolah menjadi pupuk kompos untuk menyuburkan tanaman kebun. Tidak ada sampah yang terbuang (zero waste).

Menurut WHO (2006), 70 persen polusi di Jakarta berasal dari kendaraan bermotor. Menanam 5 pohon hanya mampu menyerap emisi CO2 yang dikeluarkan oleh 1 mobil! Dan, emisi per orang untuk menempuh tiap kilometer perjalanan dengan mobil pribadi adalah 15 kali bus. Kita perlu mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, beralih ke alat transportasi publik ramah lingkungan, car pooling, ajak rekan-rekan searah, eco-driving. Beruntung jika bangunan dekat sekolah, pasar, atau kantor, kita cukup naik sepeda atau berjalan kaki.

Kita dapat menerapkan sistem manajemen lingkungan mulai dari rumah, sekolah, hingga kantor secara praktis dan sederhana untuk membantu dan mendukung terwujudnya bangunan hemat energi dan ramah lingkungan, menginspirasi penghuni dalam menerapkan kebiasaan ramah lingkungan, membantu menekan biaya rumah tangga, mengurangi konsumsi sumber daya alam, mempromosikan praktik lestari melalui peningkatan kesadartahuan penghuni, mempromosikan cara-cara mitigasi perubahan iklim lewat penghematan energi dan pemakaian energi terbarukan.(Sumber : Kompas.com, 23 Oktober 2008, oleh : NIRWONO JOGA Arsitek Lanskap)

BISNIS PROPERTI SUDAH KEBAL KRISIS

BELAKANGAN ini banyak kalangan yang khawatir dan bertanya-tanya, akankah dampak krisis finansial global yang terjadi saat ini akan terulang kembali seperti yang pernah kita alami bersama sepuluh tahun lalu ketika krisis moneter ”menghancurkan” perekonomian Indonesia?

Sebenarnya pertanyaan semacam ini telah terlontar lima tahun lalu ketika ekspansi bisnis properti di negeri kita ini begitu bergelora. Pembangunan ruko, apartemen, mal,dan pusat perbelanjaan tak lagi hanya berlangsung di Jakarta, tetapi sudah menjalar ke seluruh penjuru kota-kota besar di Indonesia.

Nah, sekarang pertanyaan yang sama muncul kembali ketika krisis finansial global yang diawali dari Amerika Serikat menjalar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Sangatlah sulit untuk meyakinkan semua orang, apa pun jawaban yang kita berikan. Namun, sangatlah mudah untuk mengatakan bahwa dampak krisis finansial global saat ini tidak akan mengguncang perekonomian negara kita, apalagi menghancurkannya seperti yang terjadi tahun 1998. Mengapa demikian? Karena, situasi dan kondisi sosial ekonomi dan politik di negara kita saat ini amatlah berbeda bila dibandingkan dengan sepuluh tahun lalu.

Krisis yang terjadi pada saat itu (tahun 1998) adalah puncak dari sebuah perjalanan sejarah bangsa dengan politik yang sangat sentralistik dan tertutup. Belum lagi perekonomian yang sangat bergantung pada utang luar negeri, baik pemerintah maupun pihak swasta.

Dikendalikan pengusaha

Saat itu bank-bank swasta yang dimiliki para konglomerat dan bank-bank pemerintah yang dikendalikan pengusaha yang dekat dengan penguasa begitu berambisi membangun bisnis propertinya yang bersifat jangka panjang dan ditopang dengan dana bank yang bersifat jangka pendek.

Kalangan perbankan pun jorjoran mengucurkan dananya untuk membiayai proyek-proyek properti skala besar alias megaproyek. Ketika itu para bankir demikian agresif menyalurkan kredit ke sektor properti, pengawasan dari Bank Indonesia juga masih sangat lemah. Para bankir leluasa mengucurkan dana pihak ketiga untuk membiayai proyek-proyek properti yang digarap oleh kelompok usahanya sendiri.

Waktu itu, praktik pelanggaran legal lending limit (batas maksimum pemberian kredit- BMPK) dan mark up nilai proyek sangat lazim dilakukan. Ketika perekonomian nasional sedang sehat, melaju kencang di atas 7 persen per tahun, semua borok-borok itu bisa ditutupi. Toh, ada juga beberapa bank yang ”jebol” karena melakukan pelanggaran yang ”kebangetan”.

Ambruknya Bank Summa (1991), Bank Pacific (1995), dan Bank BHS (1997) menunjukkan betapa berbahaya dan besarnya dampak negatif yang muncul dari ”perselingkuhan” perbankan dan pengembang. Maka, ketika krisis mata uang yang terjadi di Thailand yang berawal dari ekspansi bisnis properti lalu menjalar ke Indonesia, tersungkurlah bank pemerintah dan swasta yang sangat getol membiayai bisnis properti waktu itu.

Para pengembang yang tadinya berkibar-kibar dengan sederet proyek kebanggaannya langsung tersungkur. Mereka bangkrut karena tidak kuat lagi menanggung beban utang yang tiba-tiba menggunung seiring dengan anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Para pengembang pun ramai-ramai masuk ruang gawat darurat Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Semua pengembang papan atas menjadi pasien BPPN.

Namun, pada 1999-2000, beberapa pengembang yang kebal krisis mulai kembali menggarap bisnis properti. Restrukturisasi utang pengembang melalui BPPN tahun 2001 menjadi stimulus dan landasan berpijak yang baru bagi para pengembang untuk kembali menekuni proyek-proyek propertinya. Sejak itu pula bisnis properti bergerak kembali dan bahkan menjadi lokomotif yang menggerakkan gerbong perekonomian nasional pascakrisis.

Kapitalisasi proyek properti

Sejak tahun 2003, pertumbuhan bisnis properti nasional tidak bisa dibendung lagi. Akibatnya, nilai kapitalisasi proyek properti nasional mengalami lonjakan yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Puncaknya terjadi tahun 2005, dengan nilai kapitalisasi bisnis properti Rp 91,01 triliun. Atau meningkat hampir sepuluh kali lipat dibandingkan dengan nilai kapitalisasi tahun 2000 yang ”hanya” Rp 9,51 triliun.

Pertumbuhan bisnis properti yang sangat fantastis itu tak terbendung lagi oleh gonjang-ganjing politik (pelaksanaan Pemilu 2004) dan kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), bahkan sebanyak enam kali terjadi sejak tahun 2004.

Nah, sekarang timbul pertanyaan, bagaimana dampak krisis finansial global itu terhadap bisnis properti Indonesia saat ini? Memang harus diakui sedikit banyak krisis finansial yang melanda dunia saat ini pastilah berdampak pada bisnis properti di Indonesia.

Bayangkan, di tengah krisis subprime mortgage di AS, yang pengaruh negatifnya langsung ditransmisikan ke negara-negara lain, seperti kawasan Eropa, Kanada, Australia, Hongkong, dan Singapura, bisnis properti nasional sama sekali tak terpengaruh. Harga properti yang berguguran di negara-negara lain sama sekali tidak terjadi di Indonesia.

Nah, dampak negatif yang berembus dari krisis subprime mortgage di AS dan kenaikan harga BBM yang sempat mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah terasa secara global, yakni berupa peningkatan laju inflasi yang sangat signifikan, bahkan merupakan laju inflasi tertinggi yang terjadi dalam 25 tahun terakhir.

Di Singapura, misalnya, yang perekonomiannya terkenal stabil dengan laju inflasi tahunan yang rata-rata cuma 2,5 persen, tahun ini diperkirakan inflasinya akan melonjak hingga 7,8 persen. Begitu pula di Malaysia, yang laju inflasinya hanya sekitar 3 persen, tahun ini akan menembus 7 persen. Adapun Australia yang laju inflasinya rata-rata hanya sekitar 4 persen tahun ini akan mencapai 7,5 persen.

Namun, jika menyimak nilai kapitalisasi proyek properti nasional sebagaimana terlihat pada tabel, tampak bahwa sejak tahun 2003 sektor properti di Indonesia dengan nilai Rp 50,7 triliun bertumbuh secara konsisten menjadi Rp 77,4 triliun hampir tidak mengenal masa resesi. Yang terjadi adalah, dari tahun ke tahun, sektor properti Indonesia bergerak dari booming yang satu ke booming yang lain. Bisnis properti Indonesia bergerak dari puncak gunung yang satu ke puncak gunung yang lain tanpa pernah tergelincir ke lembah.

Ekspansi bisnis properti pascakrisis tahun 2003 hingga 2008, kredit properti yang dipakai pengembang mencapai Rp 186,3 triliun, (lihat tabel) sebagian besar atau 64 persen senilai Rp 119 triliun adalah kredit pemilikan rumah (KPR). Sementara kredit konstruksi dan kredit real estat hanya mencapai 36 persen, masing-masing 21,9 persen atau senilai Rp 40,8 triliun adalah kredit konstruksi dan 14,22 persen atau Rp 26,5 triliun adalah kredit real estat.

Konsumen semakin pandai memilih proyek-proyek properti yang akan dibelinya dengan menyeleksi pengembang yang sudah teruji lolos dari krisis. Mereka semakin pintar untuk memilah pengembang yang kredibel dan memilih proyek yang sesuai dengan kemampuan ekonominya.

Mereka membeli sesuai dengan kebutuhannya. Tidak banyak konsumen yang menebar uang di banyak proyek properti sebagai ajang spekulasi. Mereka juga lebih berhati-hati dalam memilih proyek properti, dengan melihat bagaimana track record pengembangnya.

Kenapa sektor properti Indonesia tidak terpengaruh? Kenapa bisnis properti nasional seakan- akan begitu tangguh? Sekali lagi, hal ini merupakan anomali yang sulit dijelaskan. Ya, benar-benar merupakan ketidaklaziman dalam dinamika bisnis properti nasional.

Soalnya, pada masa lalu, ketika krisis moneter menerjang kawasan Asia, yang dimulai dari Thailand, justru Indonesia merupakan negara yang paling parah terkena dampaknya dibandingkan dengan negara lain, seperti Thailand, Malaysia, dan Korea Selatan. Dan, sektor properti Indonesia terperosok paling dalam ke kubangan krisis, di samping sektor keuangan dan perbankan.

Nah, dalam situasi krisis global yang terjadi belakangan ini, bisnis properti di Indonesia seakan- akan kebal dari penyakit ekonomi yang mengkhawatirkan banyak negara itu. Padahal, ketimbang negara lain, seperti Singapura, China, dan Uni Emirat Arab, bisnis properti Indonesia relatif masih tertutup bagi investor asing.

Tak pernah kehabisan

Para pengembang di Indonesia seperti tidak pernah kehabisan ”amunisi” untuk terus mengguyur pasar properti nasional dengan berbagai proyeknya. Buktinya, hanya dalam tempo dua tahun (2007-2009), tidak kurang dari 33.000 unit rumah susun sederhana milik (rusunami) diluncurkan para pengembang. Jika harga rusunami itu rata-rata Rp 175 juta per unit, nilai kapitalisasi dari proyek rusunami saja mencapai Rp 5,7 triliun.

Yang lebih fantastis, para pengembang juga terus merancang berbagai megaproyek properti lewat superblok. Pada masa mendatang, ekonomi Indonesia diperkirakan akan melaju rata-rata 7-9 persen per tahun, persis seperti sebelum terjadi krisis ekonomi. Indikasinya tampak jelas dari kinerja ekspor yang semakin mantap hingga menembus 100 miliar dollar AS tahun 2007.

Meski laju inflasi tahun 2008 akan cukup tinggi, yakni mencapai sekitar 12 persen, akibat kenaikan harga komoditas pangan internasional dan penyesuaian harga BBM di pasar domestik, pemerintah, Bank Indonesia, dan kalangan perbankan pada umumnya merasa sangat yakin bahwa laju inflasi akan kembali mereda pada tahun 2009, turun lagi ke level 6 persen-6,5 persen.

Nah, hal itulah yang membuat para pengembang sama sekali tak merasa ragu untuk terus meluncurkan proyek-proyek propertinya. Dengan demikian, bisnis properti yang terus bergairah sejak tahun 2002 akan menemukan momentum untuk mencapai booming pada tahun 2010-2011.

Fenomena seperti itu benar- benar merupakan sebuah anomali dalam sejarah bisnis properti Indonesia, bahkan dunia. Sebab, di mana pun juga tidak ada sebuah sektor ekonomi yang mampu terus-menerus selama satu dekade. Selalu ada proses alamiah yang membuat suatu usaha berkembang, lalu jeda sesaat atau melemah, untuk kemudian tumbuh lagi.

Salah satu faktor yang membuat para pengembang se- makin bersemangat membangun proyek-proyek propertinya adalah keyakinan bahwa pemerintah baru pada tahun 2009 akan membuat kebijakan terobosan. Salah satunya adalah membuka akses yang lebih luas bagi investor asing untuk masuk ke bisnis properti nasional.

Tak heran jika para pengembang terus meluncurkan proyek-proyek properti terpadu yang sangat prestisius, seperti StMoritz dengan nilai investasi Rp 11 triliun, Kemang Village (Rp 12 triliun), Ciputra Mall (Rp 14 triliun), Kuningan City (Rp 6 triliun), Kota Casablanca (Rp 7 triliun), Gandaria City (Rp 6,5 triliun), dan Tangerang City (Rp. 4,4 triliun).

Semua proyek properti itu seakan-akan merupakan antisipasi para pengembang menyambut hadirnya investor asing ke bisnis properti nasional pada kurun waktu 2009 dan seterusnya. Nah, jika semua skenario yang dipaparkan di atas terjadi, booming properti pada tahun 2010-2011 bukan hal yang mustahil terjadi.

Karena sikapnya yang sangat ”fanatik” terhadap properti sebagai instrumen investasi, para pengembang dari mancanegara pun semakin banyak yang menawarkan proyek-proyek propertinya ke Indonesia, seperti yang dilakukan para pengembang dari Singapura, Malaysia, Kanada, dan Australia. Bahkan, dalam dua tahun terakhir, pengembang dari AS juga gencar menawarkan proyek-proyek properti di New York dan California. (Sumber : Kompas.com , kamis 23 Oktober 2008, oleh:Panangian Simanungkalit)

PEMBANGUNAN RUSUNAMI 2009

JAKARTA. Pemerintah terus mengebut program pembangunan 1000 tower rumah susun. Meskipun sebagian besar program tersebut dibangun di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Namun pemerintah juga memacu pembangunan rusun di kawasan industri, seperti Batam.

Deputi Menpera Bidang Perumahan Formal, Zulfi Koto memaparkan, tahun ini akan dibangun 20 tower rumah susun sederhana milik (rusunami) di Batam. "Sementara rumah susun sederhana sewa (rusunawa) yang akan dibangun mencapai 5 twinblock," ucapnya Jumat (23/1).

Kementerian Negara Perumahan Rakyat menguraikan sejumlah kendala dalam program rusun 1000 tower di luar DKI Jakarta, salah satunya perizinan. Sebab itu pemerintah pusat mendesak sejumlah hal.

Pertama, diperlukan percepatan penerbitan berbagai rekomendasi izin, seperti penyambungan air bersih, kebersihan dan pengelolaan sampah.

Kedua, percepatan persetujuan Amdal dan IMB.

Ketiga, percepatan penerbitan peraturan pengurangan retribusi IMB.

Keempat, percepatan penerbitan atau revisi Perda Rusuna. "Proyek 1.000 rusun sangat membutuhkan gerak cepat dari pemerintah daerah," harap Zulfi. (Sumber : www.kontan.co.id , Yohan Rubiyantoro )

Thursday, January 22, 2009

SERTIFIKASI TANAH DI JAKARTA SELATAN DIPERMUDAH



Untuk memudahkan proses sertifikasi tanah, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Selatan telah mengaktifkan program sertifikasi tanah keliling yang diberi nama Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah (Larasita). Dengan adanya program ini, pemilik tanah tidak perlu repot-repot lagi mengantar berkas pertanahan karena petugas akan menjemput para pemohon.
“Diharapkan dengan adanya layanan Larasita ini, bisa membantu masyarakat dalam menikmati pelayanan dari BPN. Hal ini sesuai dengan prinsip dasar pelayanan pemerintahan yang menekankan efisiensi, mudah, dan murah,” ujar Kasie Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah (HTPT) BPN Jaksel, Dirwan Dachri, kepada beritajakarta.com, Sabtu (17/1).

Dirwan menambahkan, dengan adanya program Larasita itu, setidaknya ada tiga bentuk pelayanan pertanahan yang sudah bisa dilakukan secara langsung yaitu, proses balik nama, cek plot atau mengetahui ada atau tidaknya masalah pada bidang tanah, dan pengakuan hak tanah. “Untuk proses balik nama dan cek plot biayanya sebesar Rp 25 ribu per bidang. Sedangkan untuk pengakuan hak tanah biayanya bervariasi tergantung luas lahan yang diajukan pemilik,” katanya.

Menurut Dirwan, program Larasita ini sejatinya hanya bentuk pelayanan loket berjalan, karena layanan yang dilakukan hanya sebatas menjemput berkas-berkas yang diajukan pemohon. Kemudian, petugas akan memberi tahu kapan waktu selesai. Dan apabila berkas permohonan sudah selesai diproses tetap harus diambil di kantor BPN setempat. “Program Larasita saat ini masih sebatas tahap uji coba, maka untuk pelayanan yang lain belum bisa dilakukan di lapangan, tapi mudah-mudahan ke depan akan lebih banyak lagi bentuk pelayanan yang terakomodasi di mobil Larasita ini,” harapnya.

Di Jakarta Selatan, jadwal keliling mobil Larasita sedang disusun sehingga bisa melayani 65 kelurahan di Jakarta Selatan. "Saat ini, sedang kita susun jadwal kelurahan yang nantinya akan dilintasi mobil Larasita tersebut. Dan saya harap masyarakat bisa menyerahkan berkasnya langsung kepada petugas, jika ada keluhan terkait pelayanan kami silahkan SMS di nomor 081210062000, dan kami pasti akan menindaklanjuti laporan itu,” tandasnya. (Sumber : BERITAJAKARTA.COM )

JAKARTA CITY NOW



Jakarta is the capital city of the Republic of Indonesia, a country composed of more than 13,000 islands with a population of over 180 million. Comprising more than 300 ethnic groups speaking 200 different languages, the Indonesia population exhibits marked diversity in its linguistic, culture, and religious traditions. As the Capital City, Jakarta is a melting pot of representatives from each of these ethnic groups.

Jakarta is the center of the nation's industrial, political and cultural life. It is home to many of the country's finest research institutes, educational facilities, and cultural organizations. Jakarta is uniquely the seat of both the national as well as the regional goverment. Strategically positioned in the archipelago, the city is also the principal gateway to the rest of Indonesia. From the Capital City, sophisticated land, air, and sea transport is available to the rest of the country and beyond.

Over the last several decades, Jakarta has proudly developed into one of Asia's most prominent metropolitan centers. With a current population of nearly nine million, Jakarta has undergone dramatic growth. Today, Jakarta's skyline is covered by modern highrises. The many state-of-the-art shopping centers, recreation complexes and toll-roads have become hallmarks of the city. The quality of life and the general welfare of its inhabitants have improved considerably with the city's fast pace of development. Jakarta's cultural richness and dynamic growth contribute significantly to its growing importance as one of the world's leading capital cities.

Jakarta is one of Indonesia's designated tourist areas. It is a gateway to other tourist destinations in Indonesia and is equipped with all the means of modern transportation by air, sea, rail, or by land. It has the largest and most modern airport in the country, the most important harbour in Indonesia and is well-connected by rail of good roads to other destinations in Java, Sumatra, and Bali.

Jakarta, once considered as primarily a stop-over to more worthwhile destinations in the country, has become a major destinations in its own right. Visitors come for Jakarta'' complete facilities and attractions that are in many ways unique and not available elsewhere. In the field of tourism Jakarta offers four and five star hotels on par with similar establishments elsewhere in the world, convention facilities, amusement parks, shopping centers, historical buildings, museums, tours, and many other tourist attractions.

Foreign banking has remained centred in Jakarta, but investments have spread out over the provinces in the past decade. Though it is still the major stop for bussiness people looking for chances and possibilities in Indonesia. (Beritajakarta.com 2009)

Tuesday, January 20, 2009

PROSPEK PROPERTI 2009


Jakarta–Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) mengungkapkan optimismenya bahwa sektor properti di tahun 2009 akan berprospek baik, meski tidak dapat dipungkiri adanya perlambatan hampir di semua sektor industri.

“Permintaan properti memang turun signifikan akibat hempasan krisis. Ini yang harus kita selamatkan,” kata Ketua Umum HIPMI Erwin Aksa Mahmud, di sela Seminar Properti HIPMI, di Hotel Ritz Carlton, Kamis (11/12).

Menurut Erwin, optimisme terhadap prospek baik sektor properti tahun depan disebabkan kebutuhan perumahan yang masih cukup tinggi, terutama untuk rumah susun sederhana milik (rusunami) dan rumah sederhana sehat (RSh). “Prospek properti tahun depan memang tidak sebagus tahun ini, tetapi masih akan lebih baik dibandingkan negara tetangga lainnya,” katanya.
Ia menuturkan, dalam mendukung sektor properti, semua pihak harus bisa menjaga pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Prediksinya, tahun depan akan banyak proyek infrastruktrur dan percepatan di bidang konstruksi.

Oleh karena itu, pihaknya meminta kepada pemerintah agar bisa menyiapkan sebuah skema pembiayaan perumahan yang dapat terjangkau oleh masyarakat, khususnya golongan menengah ke bawah yang meminati RSh maupun rusunami.

Ia mengatakan, perlu ada kerja sama antara BTN, Perumnas, dan Kemenpera dalam hal penyediaan hunian untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) agar kejatuhan sektor properti tidak terlalu parah. Selain itu, pihak perbankan juga harus mendorong konsumen dengan memberikan pinjaman untuk membeli rumah.

“Suku bunga harus diturunkan supaya cicilan setiap bulan bisa lebih ringan serta uang muka jangan ditentukan terlalu tinggi karena dapat menjadi beban bagi mereka yang akan mencicil rumah,” jelasnya.

Pemerintah harus mendorong perbankan nasional dan masyarakat yang akan mengambil kredit perumahan. BI diminta segera menurunkan BI rate untuk menghindari kredit macet di sektor properti. “Idealnya, delapan persen untuk tahun depan dengan suku bunga pinjaman sebesar 12 persen. Ini akan menjadi stimulus yang baik terhadap daya beli masyarakat sehingga mereka akan terdorong untuk membeli rumah,” katanya.

Gandeng Bank Besar
Staf Ahli Kementerian Perumahan Rakyat Bidang Ekonomi dan Keuangan Sri Hartoyo mengatakan, sebagai solusi terganggunya pasar properti karena ketatnya likuiditas perbankan, pengembang harus lebih agresif mencari pasar serta menggandeng bank besar.
Pemerintah terus mendorong pelaku usaha untuk membangun rusun di perkotaan meski investasi tidak cukup mudah. Sampai saat ini, telah terdata di DKI Jakarta akan dibangun sekitar 327 menara rusun. Tercatat sudah 27 perusahaan yang mengajukan membangun sekitar 140 menara yang tersebar di 25 lokasi.

Soal pendanaan, sejumlah instansi terkait telah membantu program ini, seperti Dana Bapertarum sebesar Rp 2 triliun telah dialokasikan ke BTN dan dana Jamsostek sebesar Rp 1 triliun untuk KPR rusunami.

Di tempat yang sama, Ketua DPP REI Teguh Satria juga mengaku optimistis bahwa prospek bisnis perumahan masih baik pada tahun 2009. Menurut dia, hal tersebut didasari pada naiknya anggaran subsidi perumahan dan rusunami pada 2009 dari Rp 800 miliar menjadi Rp 2,5 triliun. “Anggaran tersebut akan mendukung pembentukan kapitalisasi perumahan sebesar Rp 15 triliun,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Divisi Pengelolaan Kredit BTN Budi Hartono menyatakan bahwa di tengah ketatnya likuiditas, pihak perbankan cenderung lebih selektif dalam penyaluran dana. Namun demikian, untuk kredit program seperti rusunami dan RSh akan berjalan seperti biasa.n
(By Ellen Piri : Copyright © Sinar Harapan 2008)